Ocehan-ocehan saya :)

Monday, August 25, 2014

Mind-Blowing World Tour: #MBWT Melbourne - Adelaide


Ketika aku tahu kalau aku jadi pemenang kompetisi nulis #BersamaGaruda yang hadiahnya bisa ikut @pandji ke salah satu destinasi Mesakke Bangsaku World Tour-nya, aku berharap bisa ikut ke Amsterdam, Berlin, London, atau Los Angeles, pokoknya yang terjauh. Tapi, ketika dikasih tahu kalau aku ikut ke Melbourne dan Adelaide, sedikit pun aku gak kecewa, malah super excited. Salah satunya karena aku bisa ke dua kota sekaligus, di salah satu trip terpanjang mereka.
       Sebelum berangkat, aku deg-degan. Aku menyangka kalau aku pasti starstruck banget sama Pandji, sehingga aku ngerasa harus jaim setiap saat di depan idola selama hampir seminggu penuh. Tapi, semua kekhawatiran buyar karena… semua yang ada di tim #MBWT gokil-gokil dan rem aku juga jadi ikutan blong. Kami bertujuh ada Pandji, Zaindra, Ben, Pio, Danis, Krisna dan aku. Masing-masing punya kelucuan dan keunikan masing-masing, yang kalau digabung jadi pecah berkeping-keping. Setiap orang punya tugas dan perannya sendiri, sehingga kalau kurang satu aja pasti gak berjalan baik. A great team, indeed. :’) Dan ternyata, menurut aku yang paling lucu di antara kesemuanya bukan Pandji, bukan Krisna juga, melainkan DANIS! Hahaha…


#MBWT Melbourne-Adelaide: Krisna Harefa, Zaindra, Ben, Pandji Pragiwaksono, Danis, Pio, dan Cindy



       Kamis, 14 Agustus 2014. Perjalanan kami mulai di Soekarno-Hatta. Kami bertujuh dapat pelayanan super istimewa dari Garuda Indonesia dengan premium check-in counter, dan boleh nongkrong di premium lounge-nya. Di dalamnya ada sofa-sofa nyaman, makanan, minuman, shower, toilet, free wifi, dan sebagainya. Ketika mau berangkat ke Denpasar (untuk transit) pun, kami bertujuh didahulukan. Dari lounge, kami naik mobil khusus dan masuk ke pesawat duluan sebelum penumpang lain. Jadilah kami selfie-selfie dulu di dalam pesawat yang masih kosong.  

Ciao Bella~
       Kami transit bentar di Denpasar, lalu langsung meluncur ke Melbourne. Di pesawat, aku bingung antara mau langsung tidur atau nonton film dulu. Akhirnya milih tidur, dan waktu bangun aku keburu ngejar satu film Argo yang adegannya bikin tambah deg-degan mau ngelewatin imigrasi Australia nanti.

MELBOURNE
      
       Jumat, 15 Agustus 2014. Sesampainya di Melbourne, kami dijemput oleh udara 10 derajat celcius dan anak-anak PPIA serta Ibu Eka dari Garuda Indonesia. Selama di Melbourne, kami bertujuh ditemani oleh anak-anak gaul Melbourne: Caca sebagai guide dan Hansel sebagai driver (Hansel dipilih jadi driver oleh panitia karena dia gak pernah nyasar, berkat selalu ninggalin jejak remah-remah kue di belakangnya). Mereka asyik dan helpful banget deh, kayak gak ada capeknya gitu. Di mana kami semua udah tepar gak karuan, mereka masih cheerful dan cekatan membantu apa pun yang kami mau. Mau aktivasi SIM Card? Sini! Mau makan gyutan-don? Besok ya! Mau kopi yang enak? Dianterin! Caca reminds me of myself, 5 years ago, di mana kerjaannya jadi mahasiswi lokal yang nganterin tamu ke mana-mana dan selalu siap sedia kapan pun juga tanpa mengenal lelah. You rock, Caca! And thank you for being my “other half” in Melbourne, alias orang yang bisa diajak sharing makanan Melbourne yang porsinya segede tiranosaurus.

Caca, Hansel, Pio di apartemen kami di Melbourne


       First day, setelah taro barang di penginapan, kami main-main, makan, dan ngopi di sekitar Swanston Street di pusat kota Melbourne, karena venue acara dan tempat-tempat asyik terpusat di sana. Aku colongan ke banyak tempat di sekitar situ. Ada Flinders Station, Federation Square, ACMI (Australian Centre for the Moving Images), St. Paul Cathedral (yang ternyata gereja Anglikan), Victoria State Library yang mencengangkan, tempat shopping macam H&M (yang terbesar di dunia, dan adanya di dalam bekas kantor pos), Target, dan lain-lain. Meski dingin, berjalan di sekitar Swanston dan Bourke Street sangat menyenangkan. Jalanannya berbentuk kotak-kotak dan very easy to navigate. Aku seneng banget liat ada beberapa kios bunga di sepanjang jalan. Bunganya segar dan warnanya vivid banget, memberikan torehan warna yang kontras di tengah kota yang dingin dan sibuk. 
Gak bisa nahan senyum kalau lihat ini :')
St. Paul Cathedral
Flinders Station

       Seperti yang udah disebut tadi, porsi makanan di Melbourne (dan Australia pada umumnya) itu gede-gede semua, sesuai dengan bitnya Pandji kalau orang Barat lebih terobsesi sama ukuran alih-alih jumlah. Tapi yang patut di-highlight itu bukan banyak sedikitnya, melainkan kualitasnya. Orang bilang segalanya di Australia mahal, bahkan lebih mahal dari Amerika atau Eropa, tapi menurut aku, harganya sebanding dengan kualitasnya (dan jumlahnya). Kualitas makanan/minuman baik yang masih mentah atau sudah matang itu bagus semua. Mungkin didukung sama alam yang bagus dan kesungguhan hati masyarakatnya. Bunganya luar biasa cantik, makanan dipersiapkan dengan sepenuh hati (you can tell), buah-buahan punya bentuk, rasa, dan aroma yang prima, bahkan air keran alias tap water (tep-woCHAH) aja bisa diminum. 


Orang yang bikin ini pasti berkarya, bukan hanya bekerja (@ Brunetti)

 
Merah, kuning, hijau di Victoria Market
#MBWT MELBOURNE

       Sabtu, 16 Agustus 2014. Can’t think of a better venue than this. Letaknya persis di tengah kota, tepat di seberang Victoria State Library. Kapasitasnya pas, akustik dan pencahayaannya bagus. Lebih dari 600 orang Indonesia di Melbourne datang dan terpingkal-pingkal nonton Pandji dan Krisna. Di momen perayaan kemerdekaan RI, Pandji sukses bikin orang terharu dan terhibur pada saat yang sama. Waktu aku merantau dulu, paling gak tahan denger lagu “Tanah Airku”, pasti langsung mewek. Dan lagu ini jadi pemantik mood di awal acara. Hampir seluruh bit Mesakke Bangsaku keluar, ditambah dengan satu bit baru yang berjudul “Cebok”, spesial untuk World Tour. Kalau kata orang bit itu lahir dari kegelisahan, aku tahu banget kalau bit ini sungguh lahir dari concern Pandji yang mendalam mengenai semprotan toilet di luar negeri. :D 

Kita habisi Melbourne malam ini!

       Pas bubaran, aku ketemu dengan beberapa teman yang tinggal di Melbourne (inilah salah satu alasan kenapa aku bersyukur bisa dapet ke Melbourne). Ada yang bilang “rahang gue sakit”, “bekas jahitan bengkak”, ada yang ga bisa bilang apa-apa lagi selain “keren, keren, dan keren”, dan ada juga yang gak bisa berhenti nyanyi “Cabe-cabean” yang dipopulerkan oleh Krisna Harefa. HAHAHA. Serius deh, Kris, gak ada yang tahu lagu ini sebelumnya. 

Teman SMA yang sudah 8 tahun gak ketemu :')

       Setelah Pandji dan Krisna selesai foto-foto, mereka yang belum makan malam (aku sih udah colongan makan gyutan-don di sebelah venue) diajak oleh Caca dan Hansel ke Oz Kebab di suburb. Katanya, food truck ini favoritnya mahasiswa Indonesia di sana. Cowok-cowok yang lagi kelaparan pun terengah-engah ngabisin satu kebab. Kalo aku, untung ada Caca. :’)
       Kami kembali ke apartemen sekitar pukul 1.30 subuh, dan harus buru-buru beberes dan packing untuk ngejar penerbangan pukul 6 pagi ke Adelaide. Di tengah-tengah kericuhan itu, kami ngakak sengakak-ngakaknya berkat kebaikan anak-anak Melbourne. Kalau gak percaya, cek aja Vine-nya Pandji, ada Danis sama Ben yang guling-gulingan di lantai sambil pelukan dan ngakak.

#MBWT ADELAIDE
      
       Minggu, 17 Agustus 2014. Belum sempat tidur, kami sudah dijemput lagi untuk berangkat ke Adelaide. Begitu sampai di tempat duduk pesawat, gak ada yang tahu proses taxi atau penjelasan safety dari pramugarinya. Kami semua langsung ketiduran dan baru bangun lagi ketika roda pesawat menghantam landasan bandara Adelaide. Kami dijemput oleh Faruq dan Tito, perwakilan PPI setempat, serta Pak Bobby dan Ibu Eka dari Garuda Indonesia yang berangkat dari Melbourne sehari sebelumnya. 
Pemandangan pertama di Adelaide

       Saking paginya, kami belum bisa check-in di hotel. Pandji dan Krisna perlu recharge tenaga mereka dan dress-up untuk show mereka sore nanti. Faruq dan Tito pun kebingungan, akhirnya kami didrop di rumah Pak Arief, seorang WNI yang udah belasan tahun tinggal di Adelaide, untuk istirahat. Pandji, Krisna, dan aku disambut dengan sangat baik (dan bingung) oleh Pak Arief, Bu Arief, dan anak mereka.
       Pas sudah lebih segar, kami berangkat lagi ke venue. Ternyata para masyarakat Indonesia di sana baru saja mengadakan upacara 17 Agustusan dan bazaar masakan Indonesia. Kelihatan kalau mereka sangat mementingkan acara ini. Pakai batik mereka yang tercantik, kerudung mereka yang tercantik, dan bawa perut yang kosong untuk makan makanan Indonesia (pengalaman pribadi zaman kuliah, hehe).
Demografi WNI di Adelaide dan Melbourne berbeda. Mahasiswa di Melbourne kebanyakan baru berumur 17-23an yang baru lulus SMA dan kuliah di sana. Sedangkan di Adelaide banyak mahasiswa S2 dan S3 serta orang-orang yang kerja di Adelaide. Maka dari itu, mereka lebih berumur, banyak yang udah berkeluarga, dan jauh lebih kalem dan gak heboh dibanding anak Melbourne. Ada juga seorang ibu yang sudah menetap di Adelaide dan sudah 30 tahun gak pulang Indonesia.
       Yang paling berkesan adalah opener MBWT Adelaide, yaitu Mas Jaka alias Jack. Mas Jaka ini adalah seorang tuna netra yang lagi studi S2 di Adelaide. Mas Jaka ini orangnya lucu dan pintar banget. Dia benar-benar menginspirasi. Kalau aku ngobrol sama dia, lama-kelamaan aku akan lupa kalau dia sebenarnya nggak bisa lihat.
Ngefans berat sama Mas Jaka!
       Sesudah Mas Jaka, setelah kurang dari 24 jam manggung di Melbourne, naiklah Krisna, kemudian Pandji. They killed it. Venue-nya Adelaide lebih kecil, lebih intim dibanding Melbourne. Di hadapan orang-orang Indonesia yang lagi super homesick, Pandji memberikan apa yang exactly mereka rindukan. Aku yang duduk di samping bisa melihat tawa orang yang pecah di setiap bit yang dilempar, seolah berkata “Udah lama banget gue gak ketawa lepas begini!” Aku pun ikut tertawa. I guess this is why I always laugh even though I already hear the same bit for more than 10 times. Laughing is contagious. 

Evangelis "Cabe-cabean". Ajadoss.

       And then, ada kata-kata dari Pandji yang teramat penting di mana aku sadar what the whole world tour thing is about (ini hal paling penting di seluruh tulisan panjang ini, hear hear). Menurut aku pribadi, makna yang terbesar dari world tour ini bukan sebagai pembuktian bahwa industri kreatif bisa sukses, bukan supaya Pandji bisa nyombong terutama di depan haters-nya, melainkan kata-kata Pandji berikut (paraphrase): 
       “I know that you live a very comfortable life in Australia. Indonesia mungkin gak senyaman Australia. Tapi pulanglah dan bangun Indonesia dari apa yang sudah kamu pelajari di sini.”

Pulanglah ke Ibu yang membutuhkanmu
       Kata-kata itu bikin aku tertampar banget. Karena sebenarnya sampai sekarang, aku masih kadang mempertanyakan apakah meninggalkan perantauan yang nyaman 3 tahun lalu itu adalah keputusan yang tepat. Selama 5 tahun aku merantau, bolak-balik ke acara komunitas Indonesia, gak pernah ada satu orang pun yang nyuruh kita balik untuk bangun Indonesia. Tapi berkat pesan dari Pandji kepada masyarakat Indonesia di Adelaide, aku jadi hakulyakin kalau pulang ke Indonesia adalah hal yang tepat. Mungkin gak enak, tapi pasti gak salah.

ADELAIDE

       Kami dapat kesempatan main di Adelaide sesudah show #MBWT. Sebelum berangkat, aku tanya ke teman-teman Melbourne mengenai Adelaide. Mereka bilang, “Ah, Adelaide sepi, gak ada apa-apa.” Mereka benar, Adelaide sepi. Tapi justru itulah yang membuat Adelaide istimewa.
       Malam hari, beberapa dari kami pengen cari tempat nongkrong. Kami jalan, jalan, dan jalan, malah ketemu Victoria Square, sebuah alun-alun di tengah kota Adelaide. Malam hari jam 8, di situ literally gak ada orang. Cuma ada patung Queen Victoria dan burung-burung. Cuaca gak terlalu dingin, dan kami duduk di situ dan ngobrol-ngobrol sambil dengar suara air mancur. Dia bilang, “Gue bisa seharian di sini”, dan aku bilang, “Adelaide indah banget ya, sayang kita sober.”
Baby I rule, I rule, I rule...
        Speaking of which, kami jadi terinspirasi untuk beli bir dan kembali ke Victoria Square untuk ngobrol-ngobrol sambil ngebir di sana. And you know what? Kami ke beberapa minimarket di sana, dan ternyata mereka gak jual bir karena gak punya izinnya. “Oh, kayak Karawang ya!” Katanya. Sungguh kota anak alim. Akhirnya kami tetap ngebolang di Victoria Square dan menemukan ini...

Rezeki anak soleh
        SEPETI PENUH MAINAN! Ada tenis, bulu tangkis (not bule tongue kiss!), kriket, dan mainan berbagai jenis bola. Ini semua boleh dimainin gratis. Kami yang sober pun memilih seru-seruan dengan cara lain, yaitu lempar-lemparan bola. Ternyata, have fun pun gak harus intoxicated. That night was one of the best moments in Australia.

       Keesokan harinya, just spending our day in an Australian-way. Aku memulai pagi dengan misa di Katedral St. Francis Xavier. Setelah itu, kami “ziarah” alias napak tilas ke apartemennya Raditya Dika dulu (now you know why Raditya Dika bisa “lahir” di Adelaide, kotanya kondusif banget buat nulis). Setelah itu, kami keliling Rundle Mall, belanja dan dilanjutkan dengan sesi wajib minum kopi di Hey Jupiter. Di sana aku ngobrol dengan Mbak Ade, orang Indonesia yang lahir di Adelaide (mungkin karena itulah namanya Ade). Mbak Ade ini penari yang akan tampil di Ubud Writers and Readers Festival loh! Ketika aku sedang melakukan ini, Pandji lagi di luar kafe ngobrol sama bule-bule yang lagi lewat mengenai Indonesia.
St. Francis Xavier Cathedral
  
Ngobrol dan ngopi cantik dengan Mbak Ade yang cantik
Bukan "Kena deh!"
    Sesudah ngopi, kami main ke University of Adelaide. Di depan hall-nya yang mirip gereja tua, tim #MBWT yang sudah “dilepas” oleh panitia mulai gila-gilaan, meski udara dingin menggigit, mereka tetap semangat bikin foto pose aneh-aneh, video rap, video ala Michael Bay, dan segalanya yang absurd-absurd. Video rap ini sumpah lucu banget! Orang-orang yang lewat dan melihat kami mengeryitkan kening dan berkata dalam hati, “Ini pada ngapain di kampus gue?” Pokoknya kalau DVD dokumenternya udah keluar, jangan gak beli ya! (Sekalian bantu promosi)

Bertindak sesuka hati, lompat ke sana ke sini
       Malam hari, setelah makan “A.B” yang terkenal di North Adelaide Burger Bar dan ngopi (!), kami jalan-jalan ke Elder Park. Di sana banyak angsa! Angsanya bisa jalan sampai ke darat dan main di rumput! Dan lagi-lagi, tempat itu sepi banget. Aku berpikir. Sungai dan jembatan yang indah seperti ini ada banyak di seluruh dunia. Tapi kenapa di Adelaide terkesan istimewa? Oh, aku tahu, karena orang-orangnya! Di sepanjang sungai itu, aku jalan bareng Mas Jaka yang dituntun Krisna dan ngobrol banyak soal kehidupannya sebagai tuna netra. He’s the kind of guy you see on Kick Andy. Santai, tapi menginspirasi. 
AB. Aku Begah
Abbey Road ala ala
 
Kiss kiss from Elder Park, Adelaide
       Keesokan harinya sebelum kembali ke Melbourne lagi, kami jalan-jalan bebas di sekitar Rundle Mall. Yang cowok-cowok shopping peralatan olahraga dan DVD di JB Hifi (tempat di mana waktu bagai berhenti), aku malah nemu “the hidden gem” di Adelaide: ADELAIDE CITY LIBRARY. Woohoo. Kontras banget sama kasino di Adelaide yang sepi dan lesu, perpustakaan Adelaide itu keren banget. Meski tempatnya gak begitu gede, tapi isinya lengkap. Ada komputer, ruang musik sekaligus komputer Mac untuk ngemix, 3D printer, ruang rapat, dan lain-lain. Jatuh cinta deh sama kota ini.
Nyuruh Krisna fotoin, aku liat hasilnya, dan suruh ulang 50x sampai hasilnya cakep gini. Mamam.

Meeting jadi hemat dan produktif kan kalau begini!

       Kesimpulannya, Adelaide is very underrated. It’s the perfect place to go when you’re sick of crowded and busy city life. Adelaide telah bikin aku mabuk, jatuh cinta, dan ketagihan.


You just want to eat the clouds
 xXx


       Aku selalu lemah dalam menutup tulisan, karena aku tidak suka perpisahan dengan sesuatu yang kusuka. Tapi, tidak ada pesta yang tidak berakhir, bukan? Siapa saja yang mampu bisa pergi ke Australia, tapi tidak semua orang bisa bagian dari sejarah tur dunia pertama dari standup comedian Indonesia. Untuk itu, aku merasa bangga dan berterimakasih yang sebesar-besarnya pada Garuda Indonesia yang sangat mendukung rangkaian tur ini. Pula pada Pandji serta tim. You are not just a true entertainer, you are a hero to me now.  
FAIGK!!!!!!!


more pictures: instagram.com/kusumacin 

Sunday, July 13, 2014

Words, the most powerful weapon

Minggu sore mendung-mendung, banyak kerjaan, tapi cuma mandangin komputer doang, bengong. Kerjaan sih gak susah, gak nyebelin, tapi entah napa males banget aja ngerjainnya. Oh, berarti gw perlu menulis.

Berkat ganti HP yang lebih canggih dan suhu politik yang memanas, gw jadi lebih sering ngetwit sekarang. Lebih sering di mikroblog daripada blog beneran. Keresahan gw suka gw ledakkan di sana. Nulis 140 karakter, kelar, adem.

Setiap kali gw ngetik apa pun di MS Word, gw pasti "preview"-in dan gw ngeliat keseluruhan tampaknya. Gw baca lagi setiap katanya dan gw poles dan tulis ulang sampai rasanya pas. Mostly gw melakukan itu pada artikel-artikel gw yang akan gw publish di majalah. Belakangan gw lakukan itu juga pada buku yang waktu itu sedang gw terjemahkan. Tapi entah, nyari-nyari kesalahannya gak seheboh kalau lagi ngoreksi tulisan yang lahir dari pemikiran sendiri.

Karya. Pandji bilang kita jangan cuma jadi pekerja, tapi jadilah pekarya. Orang Indonesia bikin ukiran bisa indah dan presisi, sedangkan bikin tangga aja bisa ngaco-ngaco ukurannya. Itulah bedanya berkarya dan bekerja. Sekarang gw masih menganggap menulis adalah karya gw, dan menerjemahkan adalah kerja gw. Apakah menerjemahkan gak bisa jadi karya karena "hanya" mengalihkan bahasa? Nanti gw mau nanya Pandji soal ini.

Menurut gw sih bisa-bisa aja, karena dalam menerjemahkan, kita juga harus memilih kata-kata yang pas untuk menyampaikan pesan itu. Waktu itu gw liat di blognya Pangeran Siahaan, dia bilang kalau dia suka kata-kata (namanya dia aja bikin jatuh cinta: Pangeran). Meski gw gak begitu nyambung sama tulisan dia (karena kebanyakan soal sepak bola), gw suka banget taste dia dan pemilihan kata-katanya. Lebay, tapi gak norak. Dari blognya, gw belajar kata baru, "bromocorah" alias "bramacorah". Begitu gw denger kata itu, di benak gw langsung muncul gambar Barong yang suka ada di kaos-kaos Bali itu. Begitu dicek di KBBI, ternyata ya sedikit bisa relate deh... :)

I love words too, terutama kata-kata Bahasa Indonesia. Gw kalau malam terkadang suka post screenshot KBBI yang isinya kata-kata sukar. Ada seorang sahabat yang pernah gak sengaja liat layar HP gw dan bilang, "Wuih, ada apps KBBI" seolah itu hal yang luar biasa. To tell you the truth, KBBI is my most favorite apps. Sahabat gw yang lain menjuluki gw Cindy "Wordplay" Kusuma, dan gw senang banget dengernya. Dia juga terkadang panggil gw Grammar Nazi, yang tentu tidak semenyenangkan Wordplay Kusuma.

Jujur, gw bisa terpesona dan tertarik pada seseorang karena kata-katanya. Gaya bicaranya, pemilihan diksinya, dan kemampuan berbahasa asingnya. Orang yang Bahasa Indonesianya bagus memikat hati gw, apalagi orang yang Bahasa Mandarinnya udah bukan level bahasa sehari-hari, itu nilainya langsung melesat di hati. Kata-kata itu senjata paling tajam. Diucapkannya cepat sekali, tidak bendawi (kecuali direkam/ditulis), tapi efeknya luar biasa. Gw bisa jatuh cinta sama orang karena kata-katanya, dan gw bisa sakit hati, marah, dan benci sama orang karena kata-katanya juga. Padahal mungkin kata-kata itu diucapkan sambil lalu, tanpa memikirkan konsekuensinya.

Semakin ke sini, semakin keliatan apa passion gw. Nulis dan nerjemahin selalu gw poles setiap saat, dan gw udah ada dasarnya. Ada 1 hal yang gw pengen coba, tapi belom ada nyali ke sana, yaitu open mic. Ngelawak di depan umum. Waktu itu gw pernah ngemsi di acara year end concert-nya sebuah preschool. Gw gak gugup atau canggung karena jumlah penontonnya dikit, "cuma kenal biasa-biasa aja" sama gw (gak terlalu akrab tapi ya tau juga gitu), gw ngerasa juga gw gak pecah-pecah amat. Gw kan suka ngomong sendiri di twitter dan di blog, jadi gw anggep ngemsi itu juga ngomong sendiri. Gw bilang betapa cute-nya anak-anak itu, betapa susahnya ngajar mereka dari gak bisa sampe bisa, dll. Satu-satunya yang berkesan adalah, gw gak nyiapin skrip khusus. Trus ada performance 1 lagu limbo rock ala-ala Hawaii dan abis itu lagu Mandarin judulnya Ni Wa Wa. Dengan spontan, tanpa latihan, gw bilang di atas panggung "Di sekolah, terkadang suasana kayak di Hawaii, terkadang kayak di Shanghai". Gw kaget bisa keluarin kata-kata yang berima begitu dan semua orang ketawa. Itu salah satu momen wordplay gw yang paling membanggakan. Abis itu pas debrief, si ibu kepala sekolah dan salah satu bos lain bilang kalau para parents menganggap gw sangat baik dalam menjadi pembawa acara. Gw melongo kaget, bener-bener gak menyangka mereka menilai gw setinggi itu.

Semoga kata-kata yang gw tulis dan gw ucapkan bisa selalu memberkati orang. Kemarin sempat dicomplain karena gw cukup vokal membela salah satu capres saat kampanye. Tapi untungnya gak jadi musuhan, dan sekarang kampanye dan pilpres udah selesai. Yuk deh, susun kata-kata yang bagus dan manis biar semakin memberkati.

Cindy

Sunday, June 8, 2014

Review: Maleficent on 4Dx (spoiler alert)

Yuhu!! Setelah berbulan-bulan gak nonton bioskop, akhirnya weekend ini gw 2 hari berturut-turut nonton. Kemarin nonton Edge of Tomorrow (yang entah kenapa di Path tulisannya jadi All You Need is Kill), dan hari ini gw nonton Maleficent di 4Dx! Setelah lama sekali menantikan kesempatan untuk mencicipi 4Dx, akhirnya kesampean juga!

Gw kira Maleficent ini film yang sangat gelap dan depressing, tapi ternyata, enggak sama sekali, malah mengharukan dan super keren. Keren karena lewat aktingnya Angelina Jolie, gw bisa merasakan kesedihan, kemarahan dan kekecewaan si Maleficent ini. Wanita, mau dia itu manusia atau peri, kalau udah sakit karena cinta mah bisa aja ngelakuin hal segila, se-psycho atau seekstrem apa pun yah. Tapi yang namanya wanita pintar, pasti suatu saat akan move on juga dan sifat asli kewanitaannya akan muncul (ini gw sendiri juga gak jelas, sebenernya lagi review apa lagi curhat). Endingnya? Tidak ada yang jahat atau yang baik, tapi yang jelas, semuanya hidup bahagia selamanya.

Intinya, film ini must watch bagi anak-anak maupun orang dewasa. Sangat menghibur dan menyentuh. Dibanding dengan film yang gw tonton kemarin, meski yang itu menghibur juga, tapi mungkin minggu depan gw juga udah akan lupa detailnya apa aja.

4Dx sendiri cukup memuaskan. Kalau kita sering main wahana simulator di tempat macam Dufan atau Universal Studio, yang ini yah mirip-mirip lah. Kursinya bisa bergerak plus ada semprotan air dan baunya. Aromanya sih selama film tadi cuma ada 2 macam (yang gw kerasa yah), yaitu aroma sesuatu yang terbakar (bau api) atau aroma bunga. Dan bau sesuatu yang terbakar itu gak enak banget, wuek. Tadi gerakannya berasa enak dan mantap pas lagi terbang-terbang, tapi guncangannya cukup dahsyat waktu adegan berantem-berantem. Make sure popcorn loe gak penuh yah saat adegan action.

Harganya? 115ribu + 15% service fee (yang katanya buat perawatan gedung dan alat), nettnya 132ribu, ini harga weekend. Cukup mahal untuk ukuran Indonesia (kemarin gw nonton cuma 40ribu), tapi gw gak menyesal sih.

Kalo gak salah Ve Handojo (penulis skenario film-film Indonesia) pernah ngomong, kalau di Indonesia beli DVD bajakan malah rugi, karena bioskopnya sangat bagus dan affordable!  

Friday, June 6, 2014

3 exciting months! June, July, August!

April - went to Singapore to see my new niece

May - spent 9 days in Bali and got so tanned

So I thought I saved a lot of money in Bali. Dengan 9 hari di Bali dan makan enak terus dan happy terus di sana, uang yang gue keluarkan terasa sangat worth it, jadi gak ada cerita gw berhemat-hemat sebelum dan sesudah gw ke Bali. Abis dari Bali, iPhone 4 semakin gak enak dipake, lock buttonnya entah kenapa jadi keras dan kayaknya emang dia udah gak kuat sama iOS 7. Jadi, tanpa rencana sebelomnya, gw tiba-tiba langsung ajak bokap untuk ke Cempaka Mas nyari handphone guy-nya (yes bokap gw kayak Barney Stinson, punya handphone guy, plane ticket guy, dan entah guy-guy apa lagi dan pulanglah gw bersama iPhone 5 warna putih, seken, dibayar cash (setidaknya hal ini membanggakan). Itung-itung hadiah ultah buat diri sendiri + reward karena telah melunasi cicilan mobil.

Tapi abis itu tabungan gw langsung kering... krik krik krik... Bulan Mei gw gak begitu ngelesin pula, plus klien yang biasa transfer paling cepet barusan married jadi kayaknya dia lagi leave, plus invoice yang gw kirim masi lama cairnya. KROK KROK KROK...

Tobat deh gw. Gw yang tadinya mau ngisi Starbucks Card lagi jadi batal, dan gw mikir, maybe gw udah gak mau isi lagi karena Starbucks udah TERLALU mahal buat gw. Tiap bulan tanggal 22 boleh lah, tapi hari-hari biasa keluarin 50ribu buat segelas kopi, colokan dan kafe yang berisik? No thanks.

Gw jadi harus ekstra hati-hati nih, apalagi mau ada pengeluaran besar ke Aussie Agustus nanti. Meski tiket dan visa dibayarin, tapi gw extend lagi sekitar semingguan dengan biaya sendiri. Dolar Aussie mahal banget, so gw harus mulai save dari sekarang, dan sebenarnya waktu gw udah gak banyak lagi, tinggal 2 bulan. Setelah dipikir-pikir, beruntung juga gw dapet gratisannya ke Aussie, bukan ke Eropa atau Amerika. Karena di Aussie gw punya tempat nebeng di 1 kota di mana gw gak usah bayar penginapan! Yeyeye! Selain itu di 2 tempat yang mau gw kunjungi, banyak teman yang dengan senang hati mau ngajakin jalan dan makan. Yummm!!! Gw paling suka dibawa sama "locals" menjelajahi kotanya sendiri.

Bulan ini juga bulan ulang tahun gw, dan setelah bertahun-tahun lamanya, akhirnya gw kembali excited soal ultah gw sendiri. Gw sempet ada trauma pribadi soal ultah yang bikin gw gak suka ulang tahun gw sendiri, gak mau kasih tau orang kapan ultah gw, dan (sampe sekarang pun) gak nyelametin orang ultah kecuali deket banget. Tapi, gw mulai excited lagi soal ultah gw, centil-centilan bikin wishlist dan minta hadiah ke kanan kiri. Terbersit di kepala gw, kalo sikap gw kali ini mungkin melambangkan kalau gw udah move on dari trauma itu dan mulai bisa menerima diri sendiri lagi. :)

2 bulan ke depan, so much to look forward to. My birthday, pilpres, Australia, and hopefully Singapore (extra nih). Selalu baik ya!

C

Thursday, May 22, 2014

Bali: Selalu Eksotis, Selalu Indah, Selalu Bikin Penasaran

Mata segar, hidung segar, telinga segar, semua segar

Jarang-jarang orang bisa liburan lama. Kali ini, gw menghabiskan waktu 9 hari di Bali. Cukup? Enggak sama sekali, karena masih banyak tempat di Bali yang belum gw kunjungi. Actually jangankan seluruh Bali, Ubud aja gw belom puas explorenya.

Bali: indah, wangi, menyenangkan
Canang, wherever in Bali

Tadinya gw mau lebih lama lagi di Bali, rencananya setidaknya 2 minggu. Tapi akhirnya di hari ke-9 gw memutuskan untuk pulang karena… gw gak enak nebeng lama-lama di rumah orang, dan nyokap kayaknya udah minta gw balik Jakarta. Ngerasa sungkan banget karena selama di sana gw bener-bener diservis habis. Dikasih nginep di villa mereka yang super nyaman (mewah sih relatif yah, tapi nyaman sih banget) dan dianter jemput ke mana-mana selama 4 hari terakhir.

Selfie selalu senantiasa
Pasar Ubud
Di Bali gw ngapain aja? Banyak sih, tapi kali ini biarkan gw membahas yang menurut gw terbaik dari yang terbaik.

1.       Pantai: Echo Beach, Canggu
Dibandingkan dengan sekitar 10 pantai lain yang gw kunjungi di Bali, Echo Beach adalah yang terbaik karena gak terlalu ramai. Gak terlalu ramai karena jalanan ke sini kecil banget sehingga bus turis mustahil masuk ke sini. Jangankan bus, naik mobil aja uda susah. Di pantai ini banyak orang yang surfing karena ombaknya bagus (katanya). Bagi yang gak surfing kayak gw, pantai ini ideal karena pasirnya halus banget dan agak sepi sehingga gw bisa foto-foto dengan leluasa. Gw sangat menikmati keheningan yang membius ketika gw meliat matahari tenggelam perlahan di barat. Hari itu gw sangat beruntung, ada pemandangan ekstra yaitu menonton doggy-doggy berlarian lucu di pantai mengejar matahari.
Overwhelmed
Dandayamana Janushirasana
Echo Beach, Canggu
Runner up: Dreamland, Padang-padang


2.       Babi Guling: Pak Dobiel, Nusa Dua
Selama 9 hari gw di Bali, gw total ENAM kali makan nasi babi guling di lima tempat yang berbeda. Gw makan di Bu Oka, Ubud, dua kali. Sebelum gw makan Bu Oka yang kedua kalinya, gw memutuskan Bu Oka yang terbaik karena tempatnya yang nyaman dan makanannya enak serta harganya reasonable. Tapi, makan kedua kalinya tuh overkill banget. So, pilihan gw jatuh pada Pak Dobiel di Nusa Dua. Pak Dobiel tempatnya kurang nyaman, tapi babi-babian dan lawarnya enak. Yang juara banget sih: sate babinya. Setiap porsi nasi babi guling pasti dapet 1 sate babi, tapi kita bisa minta ekstra dengan harga 2 ribu per tusuk. YUMMY.
Runner up: Bu Oka, Ubud
Sate Babi Pak Dobiel @ 2 ribu
Nusa Dua

3.       Mexican Food: Taco Local, Petitenget
Setelah berhari-hari hantam nasi babi dan nasi ayam khas Bali, gw minta makan makanan Mexico di Bali. Gw pergi ke tiga tempat: Taco Local di Petitenget, Taco Casa di Ubud, dan Motel Mexicola di Petitenget juga. Untuk tempat dan pilihan minuman, gw paling suka di Motel Mexicola. Tapi untuk soal rasa, yang paling juara sampai gw mencapai puncak kenikmatan makan nachos (YES! YES! YES!) adalah Taco Local di Petitenget. Nachosnya gede-gede, saos guacamole, yogurt dan kacang merahnya generous sekali. Taconya sendiri menurut gw biasa. Atau mungkin sebenarnya enak tapi ketutup sama dahsyatnya si nachos.
Runner up: Motel Mexicola
Nachos terenak di dunia, so far
Taco Local, Petitenget

4.       Ice cream: Gusto Gelato, Kerobokan
Gw hanya cobain es krim di 1 tempat ini aja sih, tapi gw sampe 2 kali ke sini. Harganya murah, cuma 20 ribu untuk 1 gelas yang boleh dicampur 2 rasa. Rasanya di sini lucu-lucu dan boleh test dulu sebelum decide untuk beli. Yang lucu banget adalah chocolate chili, pas dimakan enak manis kayak coklat, tapi pas udah ditelen, rasanya pedas… Haha. Selain itu mereka juga ada rasa sereh (lemongrass) dan kemangi. Tapi gw akhirnya milih yang aman-aman aja. Hehe… Kalo lagi beruntung, bisa dapet gelato rasa pistachio yang langka dan dapet roti homemade mereka yang harganya 6 ribu rupiah. Enak bangetttt rotinya…
Segini banyak cuma 20 ribu!
Gusto Gelato, Kerobokan.

5.       Makanan lain: Sup ikan Mak Beng, Sanur
Siap-siap “sauna” dan berjejalan dengan turis lokal di sini. Ikan gorengnya segar banget dan kuahnya juga asem-asem segar tapi sedikit amis. Ada tiga jenis ikan yang disajikan di sini, ikan A, B, dan C (okay I made that up because I asked the lady and she said fish names that I never heard before). Kita gak bisa milih mau ikan yang mana, tapi dijamin enak semua koq. Gw minum es jeruk di sini sampe 2 gelas karena panas, pedas, dan es jeruknya entah kenapa rasanya manis dan enak banget. Pelayanannya juga cepat dan gak judes. Datengnya siang yah, sorean dikit abis.
Ikan goreng Mak Beng, Sanur
dengan sambalnya yang bikin keringat ngocor



6.       Neighbourhood: Ubud
Terharu dan terkesima di ARMA, Ubud

Di hari pertama gw di Bali, gw ngetwit dan bilang gw belom fall in love sama Bali. Tapi begitu gw berkeliaran di Ubud, barulah gw merasakan rasa cinta yang sulit dijabarkan bagaimana deh. You just feel like you belong here. Selama 9 hari itu gw 2 kali ke Ubud dan gw merasa belom explore terlalu banyak. I guess butuh berhari-hari untuk bisa khatam jalan Ubud raya dan Monkey Forest situ. Gw sempat main ke ARMA (Agung Rai Museum of Arts), dan tempat ini bener-bener worth visiting banget. Di dalamnya ada taman, museum lukisan, kafe, restoran, hotel, dan dance hall. Tempat ini dimaintain bagus banget, bikin betah berlama-lama di sini. Dengan harga tiket masuk 60 ribu, kita udah dapet welcome drink dan boleh seharian di sana. Yang gw masih penasaran dan pengen banget adalah ngobok-obok yoga store dan ikutan yoga di sana.
Found a hidden gem in Ubud
Manusia, tumbuhan, hewan semuanya betah di Ubud

Yang disebutkan di atas cuma nol koma nol nol nol nol sekian dari yang bisa diexplore di Bali. Selain gw mendapat cerita dan foto-foto (dan kulit gosong sexy) di sana, gw juga dapet sesuatu yang sangat-sangat keren, yaitu: positive energy. Abis dari Bali gw happy banget, rasanya udah lama gw gak sehappy itu. 9 hari gak kena macet, gak nyetir, gak stress, gak kena polusi. 9 hari liat langit, liat sawah, liat laut, liat matahari, liat bulan, liat bintang, liat orang happy. Gimana gw gak ketularan happy coba?



Setidaknya ada cerita untuk dua tahun ke depan :)
Waterblow, Nusa Dua

More photos on instagram: @kusumacin #CindyInBali

I’ll be back. :)


C


Saturday, April 26, 2014

Yoga, Bali, Secret Destination with Pandji, Singapore with Mayday :''))

Hari Sabtu malam, masih banyak kerjaan yang menunggu udah dikerjakan, tapi rasanya otak dan hati gw (dan mata gw) memohon-mohon untuk gak kerja. Yaudah deh, nulis aja.

Belakangan ini, thank God lagi banyak kerjaan. Bukan banyak sih, lebih tepatnya "banjir". Kemarin sempat sampai harus oper kerjaan ke orang lain saking gak kepegangnya. Sekarang banjirnya udah rada surut. Surut 5 cm, naik lagi 3 cm. Hehe...

Jujur belakangan kerjaan gak gitu kepegang karena sekarang hampir tiap hari gw ikut yoga. Yoga-nya aliran Bikram yoga yang per sesi 90 menit. Total-total gw harus meluangkan waktu setidaknya 2 jam untuk ikut sesi itu, mulai dari kelasnya + perjalanannya + kongkow + mandinya. Gw ikut 30 days challenge, yang berarti harus ikut 30 kelas dalam 30 hari. Sampe sekarang di hari ke 23, gw udah bolong 4 kali. Rasanya udah gak sanggup "bayar utang". :(

Tapi ikut yoga enak sih. Ini salah satu bentuk olahraga yang cocok buat gw karena gak kardio banget, trus gak harus bangun pagi. Selama 90 menit di ruangan panas itu, gw bener-bener bisa lepas dari gadget dan segala kerempongan dunia, just me and my teachers. Focus, concentrate, and meditate. 90 menit sesi itu berasa berat banget awalnya, tapi kalo udah bisa menaklukkan diri sendiri, rasanya bangga banget. Ternyata ini yang dimaksud dengan yoga bisa membuat kita merasa lebih baik dan mengurangi stress.

Semua 30 days challenge dan kerjaan ini mau gw kelarin sebelum tanggal 7 Mei, which is 10 hari lagi. Karena tanggal 7 Mei gw akan ke Bali! Yeay... Kayaknya ini pertama kalinya gw pergi jalan-jalan dengan beli tiket one way doang dan gak tau kapan pulangnya. Di Bali gw mau main and have fun, sekaligus memasrahkan diri gw akan segalanya yang ada di sana. I want Bali to surprise me. :) Semoga di sana gw bisa mengabadikan sebanyak-banyaknya pengalaman menarik, baik itu foto maupun tulisan, atau gabungan keduanya :D

Speaking of foto dan tulisan, gw akhirnya menang kontes blog #BersamaGaruda, hadiahnya jalan-jalan bareng Pandji, salah satu stand up comedian favorit gw, ke salah satu destinasi world tournya dia. Gw udah tau ke mana sih, tapi entar aja baru direveal. Yang jelas bukan ke China. Setelah gw dapet pengumuman ini, gw post di path n instagram gw. Mayan pecah sih, gw terharu orang-orang ikut seneng sama gw. Gw pun seneng banget, tapi sementara yang lebih gw senengin adalah gw jadi kenal sama Pandji dan Pandji jadi kenal sama gw. Haha... Entar pas udah deket hari mo berangkat, baru deh seneng jalan-jalannya berasa. Di hari gw menang itu, di twitter, Ko Ernest juga selametin gw (and satu pemenang lagi), tapi 6 yang lainnya nggak... Hehe... I guess he remembers me because he read my review about his tour. Hihi... :')

Dannn... kayaknya taon ini emang taon bergelimangan artis deh. Setelah taon ini gw ketemu langsung dan berinteraksi dengan para public figure itu, gw AKAN NONTON MAYDAY DI F1 SINGAPUR. OMG!!! I thought seumur idup udah gak ada kesempatan nonton sejak gw melewatkan konsernya di Tianjin. Ternyataaa... mereka begitu dekattt :') dan untungnya ada temen nontonnn...

Kalo dilihat satu tahun lalu, benar-benar saat itu gw lagi hancur-hancurnya. Tapi sekarang, gw bersyukur banget deh, ternyata hidup masih begitu menyenangkan. Semoga akan terus bertambah menyenangkan.

<3

Cindy

Thursday, April 10, 2014

Beijing: Wisata, Sekolah, Rumah


Agustus 2006.


Aku bawa sekoper pakaian, sekardus cemilan nusantara obat homesick, dan selembar ijazah SMA yang masih hangat ke Beijing dengan pesawat GA 890. Cindy si anak mami papi mau kuliah, mau belajar hidup mandiri, mau jalan-jalan, mau senang-senang… Si Cindy saat itu sama sekali tidak tahu bahwa selama 5 tahun ke depan, hidupnya akan begitu exciting dan tak terlupakan sampai berpuluh-puluh tahun kemudian.


Selfie on GA890 CGK-PEK
Feb 2011
Naik Garuda Indonesia: Affordable Luxury
Aku bersyukur sekali, dari seluruh kota di Indonesia dan di dunia, aku (dan orangtuaku) memilih Beijing sebagai tujuan kuliah. Karena, kota yang unik itu menawarkan banyak hal yang tidak ada di belahan dunia manapun. 2006-2011 adalah tahun terbaik kota Beijing, dan aku ada di sana. Olimpiade, kemakmuran ekonomi, banjirnya ekspatriat dan mahasiswa asing dari seluruh dunia ke Beijing memberikan pengalaman yang seru banget. Selama 5 tahun ini, aku tidak hanya kuliah, kerja, dan membangun organisasi, melainkan juga merasa selalu lagi liburan terus.
       Betapa tidak? Selama ribuan tahun (literally), Beijing selalu jadi “pusat”-nya Tiongkok (yang literally berarti “Middle Kingdom”, jadi pusatnya negeri pusat). Jadi semua peninggalan budaya, sejarah, pendidikan yang terbaik di seluruh negeri ada di sini. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengunjungi semua tempat ini, dan satu tempat biasanya gak cukup dikunjungi sekali karena ukurannya yang besar dan ceritanya yang kaya.
      
1.      Tian’anmen Square
Lapangan Tian’anmen adalah lapangan yang ukurannya keempat terbesar di dunia, yaitu 440.000 meter persegi. Lapangan ini letaknya benar-benar di tengah kota (pusatnya pusat negeri pusat. Hayo). Ini jadi tempat kunjungan wajib buat para turis lokal maupun internasional. Tapi, 1 hal yang perlu diingat, mengingat sensitivitasnya tempat ini (you know what), setiap kelompok tur atau apa pun gak boleh foto pake spanduk di sini. Mau itu tulisannya “incentive tour bersama MLM diamond” atau “karyawisata TK Bahagia” kek, biar pun gak nyinggung hal sensitif sama sekali, tetap tidak boleh. Kalau ada yang gak tau dan tetap gelar spanduk, disuruh simpen sama tentara yang jaga di sana.
Foto sama Paman Mao
atas: 2006. bawah: 2013
2.      Forbidden City/Palace Museum
Nah kalau di Tian’anmen ada gerbang yang ada foto Om Mao Zedong, di belakang foto itu (tepatnya di sebelah utaranya) ada Forbidden City (yang nama resminya sekarang sebenarnya adalah Palace Museum). Forbidden City alias kota terlarang ini luasnya 720.000 meter persegi dan terdiri dari 980 bangunan. Ini adalah pusat pemerintahan Dinasti Ming dan Qing selama 500 tahun. Cerita soal kompleks istana ini, apa yang terjadi di dalamnya dan di sekitarnya itu gak terhitung banyaknya. Ada yang kejam, ada yang keren, ada yang gak disangka-sangka, pokoknya ciamik. Salah satu cerita yang paling aku suka adalah soal tahta kaisar. Di salah satu bangunan di poros tengah Kota Terlarang, ada tahta tempat kaisar duduk. Di atasnya ada pahatan naga yang menggigit bola. Naga melambangkan kaisar (hanya kaisar yang boleh pakai jubah yang ada naganya), dan bola melambangkan dunia. Konon nih, kalau orang yang bukan kaisar duduk di tahta itu, bola itu akan jatuh dan menimpa kepala orang yang duduk di sana dan orang itu mati. Lalu, ada seorang jenderal yang ingin mengakhiri zaman dinasti, namanya Yuan Shikai. Dia menjadikan dirinya sendiri kaisar (dia merebut kekuasaan Kaisar saat itu). Dan saat dia memerintah, itu kursi tahta yang ada di bawah naga dan bolanya DIGESER karena dia takut kejatuhan bola. True story.
North Gate, Forbidden City
atas: 2006, bawah: 2013

3.      Jingshan Park
Berani jamin kalau Jingshan Park (atau Coal Hill Park) ini gak akan ada di itinerary tour mana pun. Tadi sudah disebutkan kalau Tiananmen ke utara ada Forbidden City, nah Jingshan Park ini ada di utaranya Forbidden City. Bener-bener cuma nyebrang doang dari gerbang utara istana (yah tapi dari gerbang selatan tempat kita masuk sampai ke gerbang utara, kalau jalan sambil lihat-lihat ya butuh waktu sekitar 2 jam deh). Meski gak ada di itinerary mainstream, tempat ini sungguh layak dikunjungi, terutama saat udara Beijing lagi cerah. Di sini ada bukit kecil di mana kita bisa melihat pemandangan Kota Terlarang yang megah, tapi di sini juga pernah terjadi hal yang mengerikan. Kaisar Chongzhen dari Dinasti Ming sudah terkepung musuh dan tahu kalau dia akan mati. Dia mengumpulkan semua keluarganya (kecuali anak-anak lelakinya) untuk makan bersama dan membunuh mereka semua, karena dia lebih rela keluarganya dia bunuh sendiri daripada dibunuh musuh. Setelah membantai keluarganya sendiri, dengan masih berpakaian jubah kekaisaran, dia lari ke puncak Jingshan Park dan gantung diri di sana.
Forbidden City diselimuti Salju, diambil dari puncak Jingshan Park
Desperation Day (13 Februari) 2011

4.      The Great Wall
Salah satu tujuh keajaiban dunia. Kayaknya total seumur hidup udah 5-6 kali ke Great Wall dan belum pernah ngejalanin semuanya (ya iyalah, gak akan ada yang bisa juga kali). Tembok raksasa ini terletak sekitar 1 jam dari pusat kota, terbagi jadi beberapa section. Ini patut diingat yah. Kalau pergi ke Great Wall, pilih section “Mutianyu” atau “Juyongguan”. 2 section ini yang paling bersih, paling sepi, dan paling puas buat foto-foto. Jangan mau diajak ke Badaling yah. Di situ orangnya terlalu rame dan banyak penjual souvenir yang agak ganggu.
Pengalaman Great Wall terbaikku adalah di tanggal 1 Januari 2011, di mana setelah pesta pergantian tahun, aku dan teman-teman menyewa mobil ke Mutianyu Greatwall untuk melihat matahari pertama di tahun 2011. Musim dingin di Beijing itu dinginnya minta ampun, dan kita sampai di puncak lebih awal untuk siap-siap. Dan yasalam dinginnyaaaa. Kita gak bisa ngapa-ngapain selain berpelukan ala Teletubbies. Tapi begitu matahari terbit, ya Tuhan, it’s all worth it.

Atas: Badaling Great Wall, 2006
Tengah: Mutianyu Great Wall, 2011 (first sunrise of 2011)
Bawah: Juyongguan Great Wall, 2013


September 2011.

       Aku bawa berkoper-koper baju hasil kalap belanja selama 5 tahun dan ijazah S1 yang sudah berumur 1 tahun masuk ke GA891. Thanks to Garuda Indonesia yang selalu murah hati kepada anak-anak Indonesia, baik yang kalau mau for good maupun mudik sejenak itu bawaannya gak pernah santai. Aku dikasih bagasi 40 kg, tapi kalau kenangan Beijing bisa ditimbang, rasanya 40 kg pun tidak akan cukup. Garuda Indonesia selalu jadi pilihan pertama mahasiswa Indonesia di Beijing, karena selain harganya terjangkau, bagasinya boleh banyak, jadwalnya enak (sampai di Jakarta sekitar jam 16WIB, bagi teman-teman yang di luar Jakarta masih bisa mengejar pesawat domestik hari itu juga), pramugari Garuda yang pakai kebaya oranye dan hijau selalu membuat kita yang lagi homesick merasa sudah di Indonesia meski pesawatnya masih parkir di BJIA.
       Sahabatku yang juga adalah mahasiswa Indonesia, Tata, adalah satu-satunya orang yang mengantarku ke bandara. Sambil senyum aku mengucapkan “see you in Indonesia” kepadanya yang nampak sedang menunggu air mataku pecah di pintu kaca bandara. Aku pun kaget akan reaksiku sendiri, mengira akan ada drama telenovela di sana.
Aku menunggu di gate sambil mengenang apa yang telah terjadi 5 tahun belakangan ini. Dan ketika dipanggil untuk masuk ke pesawat, aku sengaja menunggu sampai paling terakhir.  Akhirnya, di belalai pesawat, air mata itu tumpah juga. Beijing, rumahku, bilakah kita berjumpa pula?

       April 2014.

       Aku sudah bukan lagi ABG yang baru lulus SMA, aku sudah bukan lagi “anak tanggung” yang masih emosional dan baru lulus kuliah. Aku yakin, dibanding 3 tahun lalu, aku sudah lebih dewasa berkat semua yang terjadi di Beijing dan Jakarta. Salah satu orang yang berjasa dalam membentuk diriku adalah Pandji. Memang dia belom kenal aku, tapi aku mengenal dia dari karya-karyanya.


My teacher and inspiration :)

       Pandji, lewat buku, stand up comedy show-nya, dan bahkan twit-twitnya membangun aku untuk jadi pribadi yang lebih kritis. Aku belajar jadi orang yang kritis, kreatif, dan juga lucu (karena lucu bisa memberkati orang!). Aku kagum akan inovasinya dan keberaniannya untuk menjual karya-karyanya dengan harga mahal karena dia tahu dia pantas menjual dengan harga segitu. Aku kagum akan dia yang dalam performance standupnya, idealis namun tetap mikirin cuan. Aku kagum akan dia yang mentingin cuan, tapi tetap gak ninggalin fans-fansnya yang belum mau/mampu mengeluarkan uang untuk beli karyanya dengan menyediakan gratisannya di Youtube (dan menayangkannya di Kompas TV). Aku kagum akan dia, yang sudah jadi yang terbaik, ingin jadi lebih baik lagi. Dia yang sudah bikin tour di seluruh Indonesia, mau bikin tour di SELURUH DUNIA.
       Ketika tahu Beijing belum ada di itinerary-nya, aku langsung menawarkan diri untuk membantu supaya Pandji bisa show di sana. Untungnya (sampai sekarang) semua berjalan lancar dan Pandji berkesempatan untuk show di kota hebat dan super menantang ini. I promised him that Beijing is not like other cities in this world, and I want him to prove it himself. Dan setelah shownya di Beijing selesai, aku pasti akan sedikiiit menyesal kenapa aku sudah tidak berdomisili di sana. Tapi terlebih dari itu, pasti akan merasa sangat bangga karena Pandji telah menjadi bagian dari sejarah komunitas Indonesia di Beijing.

Bonus foto ^-^:
Dukung Indonesia di pertandingan bulutangkis olimpiade.
Beli kain merah dan putih di pasar trus suruh jahit tengahnya.
Summer 2008 

Akhirnya lulus juga :')
Communication University of China
Summer 2010

Waktu nemenin jurnalis Indonesia ngeliput olimpiade
Temple of Heaven
Summer 2008

Tetap selfie meski rambut dan muka gak karuan
Bird Nest (Olympic Stadium)
Summer 2013


Viva La Komtung!


@cindy_kusuma