Ocehan-ocehan saya :)

Monday, July 29, 2013

A Poem: Taman Bunga

Note: I wrote this back in 2011. 

Pendar lampu jalanan bagaikan payung besar dan transparan yang menyelimuti seluruh kota ini.
Aku lupa apa itu rasanya mencintai, tapi rasa sakit itu tidak pernah hilang.
Oleh sebab itu, aku menikmatinya, rasa sakit itu, dan aku mau lagi dan lagi.


Gelas yang pecah tidak bisa disambung.
Semua bagaikan guyonan basi yang diceritakan berulang-ulang dan menjadi sebuah mimpi buruk.
Tapi alam bawah sadarku ketagihan.
Aku mau dengar terus, bagaikan sebuah candu.


Siapa sangka jalan pulang begitu berbatu.
Biar di belakang bukanlah surga, dan di depan adalah taman bunga, aku ingin berjalan selambat mungkin.
Membiarkan batu-batu itu menusukku lebih dalam dan meninggalkan luka yang permanen.
Luka itu namanya kenangan.


Semua orang bilang benci.
Tapi sesungguhnya mereka semua hanyalah gengsi.
Aku mau biarkan luka itu menganga, tapi tak boleh membusuk.
Biarlah darah selalu mengalir, dan rasa sakit selalu ada untuk mengingatkanku akan keberadaannya. 

Sunday, July 21, 2013

Passion

Salah satu alasan gw ga demen motivator adalah... mereka terus ngomongin hal yang sama dan melebih-lebihkannya. Salah satu topik yang paling sering dibahas adalah passion. Teruuuus meneruuuuus diulang-ulang untuk mengejar passion. Mereka terus ngomongin ini tanpa ngebahas, apa sih passion itu? 

Mungkin pertanyaan basic ini jarang dilontarkan karena beberapa orang udah tau dengan jelas apa passion mereka. Misalnya, passion mereka adalah baking atau making money from selling apartments, atau passion mereka adalah jadi motivator/public speaker. Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang ga punya keahlian khusus? Gw pernah tanya pertanyaan 'apa passion lo' ke forum grup whatsapp temen-temen baik gw, dan kebanyakan dari mereka gak bisa jawab, atau jawabnya ngaco sekalian. Ada yang bilang 'gw mau ongkang-ongkang kaki trus gak usah musingin soal duit' --> ini bukan passion. Mereka bahkan ga ngerti pertanyaannya. 

Gw? Gw juga saat itu ga tau... Tapi setelah gw baca bukunya Nick Vujicic (yang sampe sekarang belom selesai...), gw tau apa artinya passion dan gw tau passion gw apa. Dia bilang kalo passion adalah sesuatu yang lo bersedia kerjain tanpa dibayar. Passion-nya Nick adalah public speaking dan memotivasi orang. Dia bilang dia dulu sering ga dibayar untuk bicara di depan khalayak. Padahal, orang mau-mau aja bayar dia mahal untuk bisa jadi pembicara. 

Melalui definisi ini, gw tau kalo passion gw adalah... menulis. Gw ga bisa bilang kalau gw jago menulis, karena gw akuin tulisan gw masih banyak perlu diperbaiki. Belum ada orang yang mau bayar gw untuk tulisan gw, jadi gw masih belum merasa tulisan gw bagus. Haha... Tapi udah ada beberapa orang yang minta gw nulis karena mereka suka tulisan gw. Ini bahan bakar yang ampuh banget buat gw. Gw seneng banget kalau ada orang yang bilang mereka enjoy tulisan gw dan menyuruh gw untuk keep writing. 

Dan, yang bikin gw yakin kalau menulis adalah passion gw adalah... meskipun ga ada yang nyuruh, meskipun ga ada yang muji, meskipun ga ada yang komen, gw tetep suka nulis. Blog ini adalah buktinya. Gw ga tau seberapa banyak yang baca blog ini, blog ini hampir ga pernah ada yang komen, tapi gw tetep update regularly. 

Andaikan penulis itu seperti pelukis. Kalo pelukis lagi gila dan galau, kira-kira apa yang akan dilakukannya? Yes. Memandang ke kanvas putih, ambil cat, dan tumpahkan semua isi hatinya ke atas kanvas itu. Dia ga peduli hasilnya mau bagus atau jelek, berbentuk atau nggak, yang penting itu udah melampiaskan perasaan di hatinya. Sama halnya dengan penulis. Blog dan buku-buku catatan gw di rumah bagaikan kanvas gw. Kalo gw lagi mumet dan suntuk, gw buka salah satu media itu (blog atau buku-buku), dan gw tulis sesuka hati gw. Gw tulis ocehan, makian, racauan, dan apapun yang menggambarkan isi hati gw (although not literally), menjadi kata-kata yang terkadang abstrak, terkadang terstruktur. 

Misalnya sekarang ini. Gw ngerasa ada sesuatu yang mengganjal di hati, dan gw kepengen banget nulis. Tapi, seperti yang pernah gw tulis sebelumnya, gw ga mau nulis sesuatu yang terlalu galau. So, gw terpikirkan 1 keyword, "passion", dan mulai menulis tentang itu. 

That's also why, writing is not my talent or my profession. Gw bukan penulis profesional. Meskipun, gw kepengen one day ada yang hire gw untuk nulis sesuatu yang gw suka, gw belom ngusahain ke sana. Dulu gw pernah kerja sebagai penulis untuk sesuatu yang gw gak demen-demen amat. Ya, gitu deh hasilnya... Gw ga begitu bangga sama tulisan-tulisan gw yang itu :) Tulisan-tulisan yang gw banggakan ada di notes FB gw. 

Still, mimpi untuk bisa nerbitin buku masih ada. Itu salah satu yang ada di bucket list gw. Tentang apakah buku gw? Kapankah bisa kelar? Nobody knows, neither do I. =)

Keep writing Cin...

C

Friday, July 19, 2013

My Feeling After Finishing A Big Project

Closing a deal is one thing, finishing the task is another thing. Gw masih inget betapa excitednya gw ketika gw deal project ini sekitar 3 bulan yang lalu. Gw diberi waktu 3 bulan untuk menerjemahkan 1 buku yang tebelnya sekitar 300 halaman dari Mandarin ke Indonesia. Buku ini topiknya sangat berat, tentang spiritualitas dan banyak filosofinya yang sangat asing buat gw. Tapi untungnya, gw dikasih referensi terjemahan Bahasa Inggrisnya yang sangat, sangat membantu.

Pada awalnya, gw ngerjain buku ini sambil ngerjain project-project lain yang skalanya lebih kecil dari ini. Sebagai penerjemah newbie, ngerjain beberapa project sekaligus dan project yang diambil cukup "dalem" adalah sebuah tantangan. Gw coba-coba cara yang terbaik agar semua kerjaan beres sesuai dengan target (waktu dan kualitas). Saat gw ada 2 project, gw sempet ngerjainnya sehari satu project. Misalnya senin gw kerjain A, selasa gw kerjain B. Tapi gw ngerasa kayak gitu agak susah fokus dan "dapet" feelnya. Ketika baru "hot", udah harus pindah ke kerjaan lain. Maka, gw ganti caranya, yaitu jadi seminggu-seminggu. Cara ini terbukti lebih efektif, keliatan dari kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Trus pernah beberapa kali ada project ketiga yang nyelip di tengah-tengah. Saat itu, gw hold project A dan B untuk selesaiin project C ini. Ini baru ngomongin project-project terjemahan, belom kerjaan ngajar dan volunteer lainnya. Gw bener-bener belajar banyak soal ngatur waktu dan space otak.

Selama tiga bulan proses pengerjaan ini, ada masa di mana gw tiba-tiba pergi jalan-jalan selama 2 minggu dan gak nyentuh kerjaan sama sekali. Ada pula saatnya sampai 2 mingguan yang meskipun gw ada di rumah, tapi tetep gak nyentuh karena lagi "diselak" project lain atau kadang-kadang memang gak sempat aja. Gw sempet deg-degan, dengan tingkat kesulitan yang tinggi dan deadline yang mengikat. Ketika 2 project lain itu sudah selesai, gw sementara ga lanjutin dulu, dan fokus sama project buku ini. Sehari gw kerjain sekitar 4-5 jam.

Pengerjaan gw kali ini cukup sistematis, runtut dari awal sampe akhir. Ketika gw terjemahkan kalimat yang paling terakhir dari buku ini, ketika gw ketikkan tanda '.' yang terakhir, rasanya di sekeliling gw para malaikat langsung nyanyi We Are The Champions. Kerja keras otak gw selama hampir 3 bulan akhirnya selesai juga!!! Senang dan bangga rasanya.

Eh tapi tunggu dulu. Selesai? Not quite. Justru bagian yang sulit baru saja datang. Gw harus baca ulang dari awal sampai akhir, mengecek konsistensi penggunaan bahasanya (misalnya "ia" dan "dia", pakai salah satu aja), trus edit kata-kata yang kurang pas, fill in the blanks (bagian yang gw ga ngerti blas biasanya gw tinggal dulu, inilah saatnya gw research lebih banyak buat isi kekosongan itu), samain formatnya, dll dll... Proses ini memakan waktu sekitar 1 minggu sendiri buat gw. Dan ketika udah selesai semua, rapi semua, gw e-mail ke sang penerbit tercinta. ^^ Saat ini, tugas gw boleh dibilang 95% selesai, karena 5%nya lagi ada kemungkinan mereka minta revisi beberapa bagian. But untuk sampai naskah gw dibaca mereka aja mungkin butuh waktu yang cukup lama. Meanwhile, gw cuma nunggu aja. :D

Sehabis gw kirim naskah itu ke sang penerbit, gw beres-beres buku-buku, fotocopy-an, dan kamus yang berserakan di meja kerja gw dan gw taruh di satu tumpukan di luar jarak pandang gw. Gw rapihin meja gw dari printilan yang ada selama 3 bulan dan tulis DONE pada kertas jadwal yang tertempel di cork board depan muka gw persis.

Saat itu, gw langsung napsu banget pengen "jual diri" lagi buat next project. Tapi, gw tarik napas, dan gw bilang ke diri sendiri untuk slow down. Ini saatnya gw evaluasi tentang semua project-project ini, bikin semacem kesimpulan, dan istirahat sejenak. Selama 2 mingguan ini, gw berencana untuk selesaiin utang-utang baca buku dan blog gw, ketemu temen-temen yang lagi liburan di Indo, dan nonton Bioskop. :D

Dan sesudah itu, semoga project-project kembali berdatangan. Amin...

C

Saturday, July 6, 2013

Apakah hidup itu roda? Atau jalan?

Salah satu nasihat paling klise ketika kita lagi suwe adalah... "Hidup ini bagaikan roda, kalau kamu sekarang lagi di bawah, berarti bentar lagi kamu di atas." Lucunya, ga pernah ada yang bilang begini kalau seseorang lagi di atas, "Wah kamu lagi di atas ya, awas loh, bentar lagi kamu di bawah...". 

People come and go. Some people come back, some people just go forever. Diri kita bagaikan hotel. Banyak orang yang selalu kembali ke hotel yang sama, namun ada pula orang yang urus check out, bayar, lalu ga pernah menginjakkan kaki ke hotel itu lagi. Sialnya, ada pula tamu hotel yang cabut begitu saja tanpa bayar, dan kita panik sendiri, wondering if that person will ever come back to pay. 

Biarlah, hidup tetap mengalir. Entah kamu berjalan dengan gagah atau tertatih.

So, how's Beijing?

Semua klise yang gw dengar itu benar adanya. Beijing udaranya jelek, Beijing sekarang gak seru, banyak orang ninggalin Beijing, dan... Beijing udah gak sama lagi.

Sangat sedih mengakuinya, tapi mau denial bagaimanapun, tetep ga bisa karena itu semua sudah sangat obvious. 

Tapi on top of that, Beijing tetep punya karakter yang ga akan bisa hilang sampai kapanpun. Gw tetep merasa "kenal banget" sama kota ini. Gw masih tetep bisa bilang "mau mata gw ditutup pun, gw tetep bisa jalan di Beijing ga pake nabrak". Karakter macam apa sih yang gw maksud? Gak tau, gak bisa dijelaskan dengan kata-kata... harus dirasain pake hati. 

Intinya, Beijing, the city I call home, is now so strange, yet so familiar. Begitu asing, namun begitu familiar.

Maybe I won't see you again, ever. I hope you see more clear blue skies!

C