Ocehan-ocehan saya :)

Friday, September 26, 2014

3 tahun for good dari Beijing

2011: gw memutuskan untuk meninggalkan Beijing selama-lamanya.
2012: gw memulai hidup baru di Jakarta, jatuh cinta, merasakan drama politik kantor yang menggelikan.
2013: puncak quarter life crisis. patah hati, dan berjuang untuk mengalahkan itu semua, dan eventually sembuh. Ini juga tahun di mana gw menemukan bakat gw, dan gw mengambil satu keputusan mengenai karir gw, dan gw ga akan menoleh lagi.
2014: tahun di mana gw banyak traveling dan mengalami hal-hal baru.

Gw udah ngapain aja 3 tahun ini? Itu garis besarnya di atas. Apakah diri gw 3 tahun yang lalu akan merasa bangga akan diri gw yang sekarang? Well, maybe. 3 tahun ini cukup menarik, ada pahitnya, ada manisnya. Kemarin gw bilang kalau 2014 adalah tahun terbaik di hidup gw, so far. Dan tahun ini gw banyak banget ketawa, dibandingkan dengan tahun 2012+2013, dan oleh karena itu, gw bersyukur.

Banyak juga hal yang gak gw sangka. Sekarang, gw lebih santai dan berusaha menjalani hidup dengan lebih asyik. Segalanya bisa dibikin lucu. Hal yang paling bikin tertekan bisa jadi dorongan untuk berkarya dan berkreasi sebesar-besarnya.

Yang gw banggakan, meski udah 3 tahun meninggalkan Beijing, gw tetap bisa bikin acara di Beijing. MBWT Beijing, 22 November 2014. Gw bangga banget dan bisa PD banget bilang kalau MBWT bisa mampir Beijing berkat gw. Meski sesudah itu gw cuma nyuruh-nyuruh dan ngasih masukan aja, gw tetep sangat concern akan MBWT ini. Gw make sure tim MBWT ditakecare dengan baik, gak kedinginan, gak kelaparan. Gw pengen MBWT ini jadi salah satu yang paling berkesan untuk mereka. Setidaknya jangan sampai ada complain. Jangan sampai Beijing malu. Gw udah ditakecare sebegitunya di Melbourne dan Adelaide, inilah yang bisa gw lakukan sebagai cara gw berterima kasih untuk mereka.

Once a Beijinger, always a Beijinger.

Wednesday, September 3, 2014

Depresi yang Melahirkan Komedi



Di Bandara Adelaide, ketika sedang menunggu flight kembali ke Melbourne, gw duduk berdua Pandji (ya, Pragiwaksono) di sebuah kafe persis di sebelah gate kami. Kelima lelaki lain yang ada di rombongan kami masih merokok di luar. Pandji menyesap kopinya, sambil membuka majalah TIME yang baru saja dia beli, dengan cover Robin Williams yang baru saja mangkat. Mukanya serius sekali. Dia menyimak artikel sambil sesekali mengecek handphonenya. Gw gak berani mengganggunya.

Dia memecah keheningan dengan ekspresi gelisah dan dia bilang, "Duh, koq bisa ya." Kami pun jadi mengobrol soal depresi ini. Dua hari sebelumnya seusai show MBWT Adelaide, Pandji diberi pesan oleh seorang ibu tua yang rambutnya sudah putih, "Nanti kamu jangan kayak Robin Williams, ya?" Dengan majalah TIME yang masih terbuka di meja, Pandji cerita bagaimana dia "ketelepasan" ngomong kalau dia sering terpikirkan untuk bunuh diri ketika diwawancara oleh majalah Rolling Stone. Gw kaget banget dengernya. Pandji, komika pertama yang bikin tur dunia, orang yang dianggap sebagai komika terbaik Indonesia kepikiran bunuh diri?

Gw pun jadi cerita sedikit soal masa-masa kelam gw setahun lalu. Kami pun mulai membahas apa bedanya "sedih" dan "depresi". Gw pun jadi keingetan bagaimana dulu gw sempet mikir apa gunanya gw masih tetap hidup kalau setiap hari gw cuma sedih doang, dan ujung-ujungnya bikin semua orang sedih juga. Tapi untungnya, gw gak pernah attempt suicide. Lebay banget yah, padahal gw "cuma" putus cinta doang, sama orang yang mungkin gak terlalu pantas untuk begitu "dipusingin". Tapi mungkin momennya tepat aja gituh, dan hit me very hard on that spot. Jadi rugi bandar deh, galaunya lebih lama daripada jadiannya. :))

Kemarin gw baru nyadar, kalau tawa gw selama setengah tahun ini jauh lebih banyak daripada keseluruhan tawa gw di tahun 2013. Yang gw inget, first half 2013, gw hampir setiap hari murung (lebay, I know). Gw sekarang kelihatan banyak senyum karena sering nonton standup, traveling, dan emang lagi happy aja hidup gw. Gw tanpa disadari menjadi orang yang suka ngelucu-ngelucu saat lagi kumpul-kumpul. Gw jadi lebih banyak nulis lagi, dan jadi semakin perfeksionis.

Waktu sekitar bulan Mei-Juni 2014, gw ketemu lagi sama teman SMA dan jadi lumayan akrab sama dia. Dia gak tau drama gw selama tahun 2012-2013, tapi dia bilang kalau gw keliatan kayak orang yang baru pulih dari stress berat. Entah bagaimana dia bisa tahu, dan gw ga tau apakah cuma dia doang yang ngerasa gitu, atau ada orang lain yang ngerasain hal yang sama tentang gw. Dan di tahun 2013 pertengahan, di mana gw udah mulai gak murung, orang bilang gw semakin kalem dan pendiam. Interesting, right? Semakin orang luka batin, dia otomatis akan kelihatan lebih pendiam, tapi kalau ngomong, bisa jadi tambah lucu.

Hari ini, gw beli majalah Rolling Stone yang disebutkan di atas, dan gw baru tahu kalau Pandji diwawancara sama Soleh Solihun, yang gw tebak emang udah deket sama Pandji, sehingga dia mau cerita-cerita banyak soal kehidupan pribadinya yang kita gak pernah tahu, seberapa pun getol kita ngikutin twit-twitnya. Sesudah baca artikel yang panjang itu, hati gw bener-bener gak enak banget. Soleh bilang kalau dia sempat nolak untuk jadi standup comedian selama setahun, dan Pandji bilang kalau ada quote: semakin seseorang sukses, semakin dia gak lucu. Dilematis, kontradiktif, dan susah dimengerti sama orang yang gak pernah ngalaminnya. Banyak orang yang salah paham akan penyebab kematian Robin Williams, kirain dia jadi komik, depresi, trus mati. Padahal menurut pemahaman gw, dia pasti ngerasa gak puas dulu akan sesuatu, dan dia muntahkan dan lampiaskan itu semua di panggung standup, atau apa pun karya dia. Gw jadi lihat diri gw sendiri, dan orang-orang sekeliling gw yang lucu. Ternyata setelah tahu mereka lebih dalam, ternyata mereka punya luka batin yang belum sembuh, atau sedang berusaha sembuh, atau sudah sembuh tapi belom move on dari luka batinnya.



Standup comedy macam apa yang paling lucu? Penikmat standup tahu kalau bit lahir dari keresahan. Tapi yang paling lucu adalah ketika kita bisa relate sama bit tersebut. Bit Pandji tentang diseberangin orang buta gak gitu lucu buat gw, tapi ketika dia cerita gimana susahnya minta nasi goreng sama pelayan hotel di Shanghai, gw yang kerjaannya ngajar Bahasa Mandarin ke orang-orang itu sampe minta ampun dengernya, literally sampe hampir jatoh dari kursi. Gw yang beberapa hari ini selalu stress karena disalip dan dipepet orang pas nyetir di Kelapa Gading, berharap ada komik yang nyampein betapa bangsatnya orang Gading kalo nyetir. Semakin spesifik dan semakin kecil topiknya, semakin lucu jadinya. Dan semakin gak ngenakin topiknya, semakin lucu pula jadinya! Now you know why tur dunianya Pandji bertajuk "Mesakke Bangsaku" (kasihan bangsaku)! Kalau gak kasihan, mungkin gak ada yang diomongin, dan mungkin gak selucu itu. Arie Kriting bisa lucu karena dia resah sama kondisi kampung halamannya di Indonesia Timur. Di balik tawa itu, ada kemarahan dan ketidakpuasan yang sangat besar, tapi biasanya orang tidak berdaya, makanya dijadikan bahan lawakan. Entah deh. Gw jadi dilema banget. Gw pengen bisa nonton standup-nya komik-komik favorit gw, tapi tentu gw gak pengen mereka gak puas sama hidup ini.

Tapi gw yakin lah, selama Indonesia masih banyak ngaconya, materi standup akan tetap lucu. Gitu deh sifat orang Indonesia, selalu ada hikmah yang bisa diambil dari kemalangan. Kalopun udah bener semua, kita masih bisa koq ngetawain bagaimana orang luar negeri cebok gak pake air. :))

3 Sept 2014

PS: Hadi told me to watch this: http://youtu.be/WyV2U4IX1nA "Comedy is Pain" by David So. Pretty much sums up the whole thing. ^^