Ocehan-ocehan saya :)

Thursday, April 30, 2015

Nukilan Novel Perdana Cindy!



Berikut adalah nukilan novel yang saya tulis beberapa minggu yang lalu. Sampai sekarang, naskah novel ini belum dipublikasikan secara komersil. Saya masih terus berdoa dan berusaha agar dapat. Semua karakter dan cerita di bawah ini fiksi, tapi terinspirasi oleh tokoh/kejadian nyata. Anda mungkin menemukan karakter si A mirip dengan si X, tapi bukan berarti si A adalah X. Meski demikian, perasaan dalam hati yang menggerakkan jari saya untuk menggubah cerita ini 100% asli.


Enjoy.


“Selama kita jadian, hal apa yang paling berkesan buat kamu?” Tanya Adele pada Andra yang sedang bersandar pada bahunya.

“Hmmm... Apa yah? Banyak.” Andra males mikir.

“Iiiih... Apa dong? Pasti ada dong yang paling, paling kamu suka,” Adele merajuk.

Andra memainkan rambut Adele yang kalah panjang dengan rambutnya sambil berpikir keras.

“Oh aku tau,” Andra tiba-tiba duduk tegak. “Waktu kamu keukeuh sama Dewi mau bikin panggung ini buat aku.”

Adele tersenyum bangga.

“Kalo kamu?” Andra bertanya balik.

“Hmmm... Apa yah? Banyak.” Adele menggodanya.

“Iiiih... Apa dong? Pasti ada dong yang paling, paling kamu suka,” Andra mengeluarkan suara kecewek-cewekan.

“Kalo aku sih gak usah mikir lama. Aku udah tau apaan. Bahkan kejadian itu aku ulang-ulang terus di kepala aku sampe aku sering senyum-senyum sendiri.”

“Apa itu?”

Adele tersipu seperti anak umur 13 tahun. “Waktu kamu bilang kamu bakal bawa aku balik ke Melbourne.”

Andra tertawa, “Iya, suatu hari nanti ya. Aku pasti bawa kamu ke sana, sama Adelaide sekalian. Tapi jangan ditungguin terus, pokoknya tau-tau surprise aja.”

“Awas kamu, nanti aku tagih.”

Adele melingkarkan lengannya di perut Andra. Seandainya berbuat sama mudahnya dengan berkata-kata.

Because talk is cheap, but actions are priceless.

Monday, April 27, 2015

Tips Traveling / Backpacking ke Jepang Part 1: Sebelum Berangkat

Jadi, gue baru pulang trip ke Jepang selama 8 hari 7 malam, semua berkat keputusan impulsif dan tiket promo. Gue dan dua orang teman berangkat dengan riset yang minim, tapi di sana cukup enjoy juga. Nah untuk dokumentasi sekaligus informasi, berikut hal-hal yang harus dipersiapkan/diperhatikan sebelum berangkat ke Jepang. Gue coba infokan biayanya juga biar ada gambaran. Saat tulisan ini dibuat, 1 USD = Rp.13.000, dan 1 Yen = Rp.110.

Sebelumnya, itinerary kami secara garis besar adalah:
Day 1: Arrival Tokyo, Check in Guest House, Akihabara
Day 2: Morning train to Osaka, Check in Guest House, Osaka Castle, Dotonbori Street Food
Day 3: Universal Studio Osaka
Day 4: Morning train to Kyoto, tour Kyoto (Arashiyama and Fushimi Inari), train to Tokyo, Ginza and Roppongi.
Day 5: Disneysea, Shinjuku
Day 6: Harajuku, Nakano (makan, shopping barang-barang anime dan game), Ryogoku (minum)
Day 7: Kawagoe (suburb deket Tokyo), Kuil Sensoji, Ueno (shopping), Tokyo Station, Harajuku, Shibuya
Day 8: Tsukiji Fish Market, Harajuku, bus to Narita Airport.

1. Tiket Pesawat
Kami berangkat pake tiket promo Japan Airlines JAL, Jakarta - Tokyo Narita - Jakarta dengan harga iklan  419 USD. Tapi kenyataannya di pameran, kami bayar lebih dari itu karena itu minimal 2 orang dan harus bayar pake HSBC, kalau gak pake HSBC, kena +2,5%, dan karena jumlah kami ganjil, orang ketiga itu harganya 429 USD (+2,5%). Total harga yang gue bayar dengan kurs hari itu adalah Rp.5.714.226. Selain terms and conditions itu, tiket juga cuma boleh 7 hari (yang sebenernya 8 hari sih), jadi kami beli untuk berangkat tanggal 19 April dan pulang 26 April. Pulang dan pergi harus dari kota yang sama (Tokyo *atau* Osaka), dan harus pake penerbangan jam tertentu (dari Jakarta pagi jam 06.50, sampai Narita jam 16.30, pulangnya dari Narita jam 18.55, sampai Jakarta 01.00 (+1)) Oh ya, ini sudah termasuk airport tax Rp.150.000 ya...

Nah, ini mahal atau murah? Murah, apalagi naik JAL yang full service airline. Sebagai perbandingan, waktu itu ada promo Garuda Indonesia ke Tokyo Haneda 488USD. Pakai JAL (dan Garuda) enaknya adalah gak perlu transit lagi. Pakai JAL, selain bisa nyaman di perjalanan 7 jam dengan makanan, minuman dan in flight entertainment, kami juga dapet fasilitas free wi-fi untuk di dalem Jepang-nya. Jadi pas online check in di webnya, di sana bisa register untuk dapet username dan password untuk pake wi-fi di jalanan-jalanan di Jepang. Meski gak literally di semua tempat ada, ini sangat membantu kami yang nggak punya portable wi-fi. Koneksi internet sangat dibutuhkan untuk nyari-nyari alamat di jalanan Jepang yang pelit signage. Tips: SAVE dulu semua soft-copy alamat, peta, directions, dll. Jangan pas butuh baru buka e-mail/link, karena gak selalu ada internet di sana.

PS: dari pusat kota Tokyo, lebih deket ke Haneda daripada Narita. Perhatikan ini untuk biaya dan waktunya! Di hari terakhir, kami naik bus airport dari Ritz Carlton Roppongi ke Narita dengan biaya 3.100 Yen dan waktu 2 jam. Lumayan!

2. Visa Jepang
Paspor gue belom e-paspor, jadinya mesti bikin visa dengan biaya Rp.450.000,- lewat Avia Tour. Persyaratannya cukup standar, pas foto (ukuran khusus, mesti cetak ulang, biaya Rp.50.000,-), surat keterangan kerja, fotokopi buku tabungan 3 bulan terakhir, KK, dsb (nanti lengkap dikasih tau sama agennya). Butuh waktu sekitar 5 hari kerja untuk prosesnya. Kemarin kami cukup pontang-panting panik bikin visanya karena waktunya mepet dan ribet minta dokumen ini itu dari kantor dan bank. Jadi, selalu siaplah dokumen-dokumen ini itu.

3.  JR Pass
JR Pass adalah "tiket" kereta terusan yang meng-cover semua jaringan kereta JR di seluruh Jepang. Ini harus dipahami bener-bener karena JR Pass itu mahal sekali kalau gak dipakai dengan maksimal. Sedangkan kalau kita pakai dengan maksimal, kita jadi bisa hemat banyak uang. Kami beli yang 7 hari (ada 7, 14, 21 hari) dengan harga 29.110 Yen. Ini udah harga fix, jadi ga bisa lebih murah lagi ya ^u^.

Pertanyaan berikutnya adalah, bagaimana memaksimalkan pemakaian JR Pass? Jawabannya adalah, carilah hotel/penginapan yang deket stasiun JR.
Link-nya sebagai berikut:
Tokyo JR Network Map
Osaka JR Network Map
Kyoto JR Network Map

Dengan menginap di hotel dekat JR, kita gak usah beli tiket subway lokal lagi. Tapi kalaupun di Tokyo harus pakai Subway, belilah tiket terusan harian seharga 600 Yen, tapi hati-hati juga, ini tidak meng-cover subway yang dioperasikan oleh TOEI. Ribet yah? Agak sih. Pokoknya jangan bayangin kayak MRT Singapur yang ada di bawah satu manajemen.

Selain untuk commute di dalam kota, JR Pass juga bisa dipakai untuk ke pindah ke kota lain. Kami pakai JR Pass untuk ke Osaka dan Kyoto, yang kalau beli ketengan bisa jauh lebih mahal dari 29.110 Yen.

4. Tiket-tiket theme park
Kami memutuskan untuk pergi ke Disneysea Tokyo dan Universal Studio Osaka, jadi kami beli dulu tiketnya seharga 6.900 Yen untuk Disneysea dan 7.200 Yen untuk Universal Studio. Ini untuk menghemat waktu di sananya, karena kita tinggal bawa tiketnya dan masuk, gak perlu ngantri di loket lagi.

Tips: kami beli tiket JR Pass dan theme park di Jalan Tour (jalan-tour.com). Supaya lebih hemat, beli Yen dulu di luar dan bayar mereka pakai Yen, karena kurs di mereka lebih mahal. Waktu beli JR Pass ada buntutnya 330 Yen itu dibayar pakai rupiah aja.

5. Penginapan
Kami 1 malam di Tokyo (pake Agoda, harga USD75 per kamar), lanjut 2 malam di Osaka (pake Agoda, total harga USD176,92 per kamar untuk 2 malam), lalu 4 malam di Tokyo lagi (pake AirBnB, total harga Euro390, per kamar untuk 4 malam). Link di bawah.

Itu semua gak ada yang hotel. Yang Tokyo hari pertama dan Osaka lebih mirip ke kos-kosan campur dengan kamar mandi luar, dan yang 4 malam di Tokyo itu kayak 1 apartemen studio dengan kamar mandi di dalam. Kami bertiga nginep di satu kamar dan sempitnya minta ampun, tapi masih survive juga. Hehe.

2 pertama yang pake Agoda enaknya adalah kamar mandinya dan klosetnya khas Jepang banget yang sophisticated sekali, jadi mandinya puaaas. Yang ketiga kamar mandinya super sempit dan udah agak tua. Semuanya disediain sabun, shampoo, kondisioner, dan hair dryer.

Nah minusnya pake Agoda adalah kita gak dikasih portable wifi (kalau di penginapannya sih ada), jadi kalau keluar-keluar, kami langsung jadi fakir wi-fi. Kalau yang pakai AirBNB, dikasih pinjem portable wifi yang lumayan reliable untuk bertiga. Kesamaan mereka adalah: susah nyari alamatnya. Ketiganya gak ada plang di depannya jadi harus bener-bener ngandelin peta dan direction dari host AirBNB-nya. Jadi, siap-siaplah geret koper berat naik tangga subway sambil kebingungan cari alamat, belom lagi kalo ujan kayak kami di Osaka.

Jadi, enakan pake Agoda atau AirBNB? Ya masing-masing ada plus minusnya. Tapi kalau next time gue ke Jepang lagi, gue akan pilih AirBNB yang kamar mandinya sophisticated dan deket stasiun JR. Hehe.

Link Agoda di Tokyo (deket JR Shin-Koiwa)
Link Agoda di Osaka (deket JR Osakatenmangu / JR Minami Morimachi)
Link AirBNB di Tokyo (deket Subway Roppongi / Subway Akasaka)

--bersambung--

Next: objek wisata (theme park, shrines), belanja, makan di Jepang!

Kalau ada pertanyaan, silakan tanya di kolom comment. Kalau bisa, akan gue jawab. :)

Sunday, April 5, 2015

Every Man for Himself

Gila. 6 April 2015. Tahun 2015 baru berjalan 3 bulan lebih dikit, tapi emosi dan perasaan gue udah naik turun gila banget kayak naik rollercoaster (metafora klise, tapi gak kepikiran perumpamaan lain yang lebih pas). Sekarang di depan mata gue ada setumpuk pekerjaan yang urgent, semuanya priority, semuanya ribet, dan gue cuma bengong doang, berharap ini semua cepet selesai. Perjalanan menjadi dewasa emang gak mudah. Berlian kudu dipoles poles poles terus baru bisa kinclong. Dibandingkan dengan tahun 2014 yang relatif mulus semua, tiga bulan pertama di tahun 2015 itu jauh, jauh lebih menantang.

Dalam 96 hari ini, gue harus mengalami a pretty ugly breakup, harus closure sama beberapa orang, ngambil keputusan untuk break sementara dari sesuatu, ngambil keputusan besar untuk melakukan perjalanan (dua pula!), mengalami penolakan, my aunt died, dapet kabar mantan mau nikah (good for you), NGALAH LAGI DAN LAGI, ribet ngurusin visa ini itu, mempertanyakan hidup ini, sampe sebuah project yang kalo sampe goal bisa mengubah hidup gue selamanya. Ehm. Rada lebay, tapi ya bisa dibilang milestone yang besar lah.



Sempet ngalamin depresi seperti 2-3 tahun yang lalu. Rasanya? Menjijikan. Memuakkan. Entah sekarang ini gue udah ngelewatinnya atau belom. Semoga udah.

Gue biasain untuk selalu share apa pun kepenatan gue pada orang-orang terdekat. Tapi belakangan gue gak enak ati juga karena mereka juga punya kehidupan sendiri. Even kalo kita punya pasangan hidup pun, kerjaan mereka bukan ngurusin kita doang.

It's every man for himself. 2-3 tahun lalu, depresi  membuat gue lebih tegar menghadapi semuanya sendiri. Tahun lalu gue keenakan dan agak lupa sama keahlian itu. Sekarang gue mesti inget-inget lagi gimana caranya.