Agustus 2006.
Aku bawa
sekoper pakaian, sekardus cemilan nusantara obat homesick, dan selembar ijazah
SMA yang masih hangat ke Beijing dengan pesawat GA 890. Cindy si anak mami papi
mau kuliah, mau belajar hidup mandiri, mau jalan-jalan, mau senang-senang… Si
Cindy saat itu sama sekali tidak tahu bahwa selama 5 tahun ke depan, hidupnya
akan begitu exciting dan tak terlupakan sampai berpuluh-puluh tahun kemudian.
Selfie on GA890 CGK-PEK Feb 2011 |
Naik Garuda Indonesia: Affordable Luxury |
Aku bersyukur
sekali, dari seluruh kota di Indonesia dan di dunia, aku (dan orangtuaku)
memilih Beijing sebagai tujuan kuliah. Karena, kota yang unik itu menawarkan
banyak hal yang tidak ada di belahan dunia manapun. 2006-2011 adalah tahun
terbaik kota Beijing, dan aku ada di sana. Olimpiade, kemakmuran ekonomi, banjirnya
ekspatriat dan mahasiswa asing dari seluruh dunia ke Beijing memberikan
pengalaman yang seru banget. Selama 5 tahun ini, aku tidak hanya kuliah, kerja,
dan membangun organisasi, melainkan juga merasa selalu lagi liburan terus.
Betapa tidak?
Selama ribuan tahun (literally), Beijing selalu jadi “pusat”-nya Tiongkok (yang
literally berarti “Middle Kingdom”, jadi pusatnya negeri pusat). Jadi semua peninggalan
budaya, sejarah, pendidikan yang terbaik di seluruh negeri ada di sini. Butuh
waktu bertahun-tahun untuk mengunjungi semua tempat ini, dan satu tempat
biasanya gak cukup dikunjungi sekali karena ukurannya yang besar dan ceritanya
yang kaya.
1.
Tian’anmen Square
Lapangan Tian’anmen adalah lapangan yang ukurannya
keempat terbesar di dunia, yaitu 440.000 meter persegi. Lapangan ini letaknya
benar-benar di tengah kota (pusatnya pusat negeri pusat. Hayo). Ini jadi tempat
kunjungan wajib buat para turis lokal maupun internasional. Tapi, 1 hal yang
perlu diingat, mengingat sensitivitasnya tempat ini (you know what), setiap
kelompok tur atau apa pun gak boleh foto pake spanduk di sini. Mau itu
tulisannya “incentive tour bersama MLM diamond” atau “karyawisata TK Bahagia”
kek, biar pun gak nyinggung hal sensitif sama sekali, tetap tidak boleh. Kalau
ada yang gak tau dan tetap gelar spanduk, disuruh simpen sama tentara yang jaga
di sana.
Foto sama Paman Mao atas: 2006. bawah: 2013 |
2.
Forbidden
City/Palace Museum
Nah kalau di Tian’anmen ada gerbang yang ada foto Om Mao
Zedong, di belakang foto itu (tepatnya di sebelah utaranya) ada Forbidden City
(yang nama resminya sekarang sebenarnya adalah Palace Museum). Forbidden City
alias kota terlarang ini luasnya 720.000 meter persegi dan terdiri dari 980
bangunan. Ini adalah pusat pemerintahan Dinasti Ming dan Qing selama 500 tahun.
Cerita soal kompleks istana ini, apa yang terjadi di dalamnya dan di sekitarnya
itu gak terhitung banyaknya. Ada yang kejam, ada yang keren, ada yang gak
disangka-sangka, pokoknya ciamik. Salah satu cerita yang paling aku suka adalah
soal tahta kaisar. Di salah satu bangunan di poros tengah Kota Terlarang, ada
tahta tempat kaisar duduk. Di atasnya ada pahatan naga yang menggigit bola. Naga
melambangkan kaisar (hanya kaisar yang boleh pakai jubah yang ada naganya), dan
bola melambangkan dunia. Konon nih, kalau orang yang bukan kaisar duduk di tahta
itu, bola itu akan jatuh dan menimpa kepala orang yang duduk di sana dan orang
itu mati. Lalu, ada seorang jenderal yang ingin mengakhiri zaman dinasti,
namanya Yuan Shikai. Dia menjadikan dirinya sendiri kaisar (dia merebut
kekuasaan Kaisar saat itu). Dan saat dia memerintah, itu kursi tahta yang ada
di bawah naga dan bolanya DIGESER karena dia takut kejatuhan bola. True story.
North Gate, Forbidden City atas: 2006, bawah: 2013 |
3.
Jingshan Park
Berani jamin kalau Jingshan Park (atau Coal Hill Park)
ini gak akan ada di itinerary tour mana pun. Tadi sudah disebutkan kalau
Tiananmen ke utara ada Forbidden City, nah Jingshan Park ini ada di utaranya
Forbidden City. Bener-bener cuma nyebrang doang dari gerbang utara istana (yah
tapi dari gerbang selatan tempat kita masuk sampai ke gerbang utara, kalau
jalan sambil lihat-lihat ya butuh waktu sekitar 2 jam deh). Meski gak ada di
itinerary mainstream, tempat ini sungguh layak dikunjungi, terutama saat udara
Beijing lagi cerah. Di sini ada bukit kecil di mana kita bisa melihat
pemandangan Kota Terlarang yang megah, tapi di sini juga pernah terjadi hal
yang mengerikan. Kaisar Chongzhen dari Dinasti Ming sudah terkepung musuh dan
tahu kalau dia akan mati. Dia mengumpulkan semua keluarganya (kecuali anak-anak
lelakinya) untuk makan bersama dan membunuh mereka semua, karena dia lebih rela
keluarganya dia bunuh sendiri daripada dibunuh musuh. Setelah membantai
keluarganya sendiri, dengan masih berpakaian jubah kekaisaran, dia lari ke
puncak Jingshan Park dan gantung diri di sana.
Forbidden City diselimuti Salju, diambil dari puncak Jingshan Park Desperation Day (13 Februari) 2011 |
4.
The Great Wall
Salah satu tujuh keajaiban dunia. Kayaknya total seumur
hidup udah 5-6 kali ke Great Wall dan belum pernah ngejalanin semuanya (ya
iyalah, gak akan ada yang bisa juga kali). Tembok raksasa ini terletak sekitar
1 jam dari pusat kota, terbagi jadi beberapa section. Ini patut diingat yah.
Kalau pergi ke Great Wall, pilih section “Mutianyu” atau “Juyongguan”. 2
section ini yang paling bersih, paling sepi, dan paling puas buat foto-foto.
Jangan mau diajak ke Badaling yah. Di situ orangnya terlalu rame dan banyak
penjual souvenir yang agak ganggu.
Pengalaman Great Wall terbaikku adalah di tanggal 1
Januari 2011, di mana setelah pesta pergantian tahun, aku dan teman-teman
menyewa mobil ke Mutianyu Greatwall untuk melihat matahari pertama di tahun
2011. Musim dingin di Beijing itu dinginnya minta ampun, dan kita sampai di
puncak lebih awal untuk siap-siap. Dan yasalam dinginnyaaaa. Kita gak bisa
ngapa-ngapain selain berpelukan ala Teletubbies. Tapi begitu matahari terbit,
ya Tuhan, it’s all worth it.
Atas: Badaling Great Wall, 2006 Tengah: Mutianyu Great Wall, 2011 (first sunrise of 2011) Bawah: Juyongguan Great Wall, 2013 |
September
2011.
Aku bawa
berkoper-koper baju hasil kalap belanja selama 5 tahun dan ijazah S1 yang sudah
berumur 1 tahun masuk ke GA891. Thanks to Garuda Indonesia yang selalu murah
hati kepada anak-anak Indonesia, baik yang kalau mau for good maupun mudik
sejenak itu bawaannya gak pernah santai. Aku dikasih bagasi 40 kg, tapi kalau
kenangan Beijing bisa ditimbang, rasanya 40 kg pun tidak akan cukup. Garuda
Indonesia selalu jadi pilihan pertama mahasiswa Indonesia di Beijing, karena
selain harganya terjangkau, bagasinya boleh banyak, jadwalnya enak (sampai di
Jakarta sekitar jam 16WIB, bagi teman-teman yang di luar Jakarta masih bisa
mengejar pesawat domestik hari itu juga), pramugari Garuda yang pakai kebaya
oranye dan hijau selalu membuat kita yang lagi homesick merasa sudah di
Indonesia meski pesawatnya masih parkir di BJIA.
Sahabatku
yang juga adalah mahasiswa Indonesia, Tata, adalah satu-satunya orang yang
mengantarku ke bandara. Sambil senyum aku mengucapkan “see you in Indonesia”
kepadanya yang nampak sedang menunggu air mataku pecah di pintu kaca bandara.
Aku pun kaget akan reaksiku sendiri, mengira akan ada drama telenovela di sana.
Aku menunggu
di gate sambil mengenang apa yang telah terjadi 5 tahun belakangan ini. Dan ketika
dipanggil untuk masuk ke pesawat, aku sengaja menunggu sampai paling
terakhir. Akhirnya, di belalai pesawat,
air mata itu tumpah juga. Beijing, rumahku, bilakah kita berjumpa pula?
April 2014.
Aku sudah
bukan lagi ABG yang baru lulus SMA, aku sudah bukan lagi “anak tanggung” yang masih
emosional dan baru lulus kuliah. Aku yakin, dibanding 3 tahun lalu, aku sudah
lebih dewasa berkat semua yang terjadi di Beijing dan Jakarta. Salah satu orang
yang berjasa dalam membentuk diriku adalah Pandji. Memang dia belom kenal aku,
tapi aku mengenal dia dari karya-karyanya.
My teacher and inspiration :) |
Pandji, lewat
buku, stand up comedy show-nya, dan bahkan twit-twitnya membangun aku untuk
jadi pribadi yang lebih kritis. Aku belajar jadi orang yang kritis, kreatif,
dan juga lucu (karena lucu bisa memberkati orang!). Aku kagum akan inovasinya
dan keberaniannya untuk menjual karya-karyanya dengan harga mahal karena dia
tahu dia pantas menjual dengan harga segitu. Aku kagum akan dia yang dalam
performance standupnya, idealis namun tetap mikirin cuan. Aku kagum akan dia
yang mentingin cuan, tapi tetap gak ninggalin fans-fansnya yang belum mau/mampu
mengeluarkan uang untuk beli karyanya dengan menyediakan gratisannya di Youtube
(dan menayangkannya di Kompas TV). Aku kagum akan dia, yang sudah jadi yang
terbaik, ingin jadi lebih baik lagi. Dia yang sudah bikin tour di seluruh
Indonesia, mau bikin tour di SELURUH DUNIA.
Ketika tahu
Beijing belum ada di itinerary-nya, aku langsung menawarkan diri untuk membantu
supaya Pandji bisa show di sana. Untungnya (sampai sekarang) semua berjalan
lancar dan Pandji berkesempatan untuk show di kota hebat dan super menantang
ini. I promised him that Beijing is not like other cities in this world, and I
want him to prove it himself. Dan setelah shownya di Beijing selesai, aku pasti
akan sedikiiit menyesal kenapa aku sudah tidak berdomisili di sana. Tapi
terlebih dari itu, pasti akan merasa sangat bangga karena Pandji telah menjadi
bagian dari sejarah komunitas Indonesia di Beijing.
Bonus foto ^-^:
Bonus foto ^-^:
Dukung Indonesia di pertandingan bulutangkis olimpiade. Beli kain merah dan putih di pasar trus suruh jahit tengahnya. Summer 2008 |
Akhirnya lulus juga :') Communication University of China Summer 2010 |
Waktu nemenin jurnalis Indonesia ngeliput olimpiade Temple of Heaven Summer 2008 |
Tetap selfie meski rambut dan muka gak karuan Bird Nest (Olympic Stadium) Summer 2013 |
Viva La Komtung!
@cindy_kusuma
3 comments:
wahh seru banget deh jalan jalan ke cina mau ikut donggg
Cinnn, suka banget sama blog entry yang ini. I miss Beijing too!
Ga heran akhirnya menang kontesnya Pandji yahh. You deserved it! :D
thank you Grace!
Post a Comment