Ocehan-ocehan saya :)

Tuesday, June 16, 2015

[Short Story] Musim yang Baik - Part 2

Baca part 1-nya di sini

Sudah enam hari ini Adele menyetel CD pemberian Hans di mana pun dia berada. Ketika Nicholas sang barista Flinders sudah mulai mengoceh karena terlalu bosan mendengar CD itu diulang-ulang, Adele mendengar lewat ponselnya. Dengan intensitas seperti itu, dia tidak perlu waktu lama untuk dapat menghafalkan semua lagu yang ada di album itu. Dan setiap kali cakram itu memutar lagu kesepuluh di album itu yang berjudul Sampai Jumpa, dia teringat akan seseorang. Sayangnya bukan teringat akan orang yang memberikan CD ini, melainkan masih saja Andra. Tapi kalaupun Hans tahu Adele mengingat sang mantan yang tidak perlu diingat, Hans tidak perlu marah, karena lirik lagunya berbunyi...

Hari ini satu temanku pergi
Pergi jauh tak kan pernah kembali
Sekeras apapun menangis
Tak kan merubah yang t'lah terjadi
Harus ku lepas

Hari ini kan kuingat kembali
Semua tempat jalan waktu bersamanya
Setiap kata yang t'lah diucap
Bagai warisan yang t'lah disiapkan
Harus ku jaga

Selamat jalan
Selamat jalan teman
Selamat jalan
Sampai jumpa

Tuhan yang aku cinta
Mudahkan jalan dia
Tuhan yang aku cinta
Sambut kehadirannya


Mulai hari ini akan terulang lagi
Senyum canda marah atau kecewanya
Badai rindu yang kini kurasa
Badai rindu tak kan pernah reda
Sampai jumpa


Di hari yang sudah mereka tunggu-tunggu, Hans tidak mengucapkan selamat pagi lewat whatsapp seperti biasanya. Selama 19 hari sejak mereka berkenalan, Hans punya 19 ucapan selamat pagi yang berbeda. Di hari pertama Adele menerimanya, dia tertawa dengan nada mengejek kegombalannya. Bagaimana tidak? Siapa yang tidak tertawa mengejek ketika disapa "Good morning, Adele. Gue sangka ketemu lo kemarin itu mimpi, eh taunya pagi ini gue bangun juga. Have a nice day! :)".

Di hari ke-6, tawa Adele berubah dari nada mengejek ke nada senang. Meski Adele menganggap dirinya sudah terlalu tua untuk menye-menye seperti itu, tapi dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri kalau dia senang diberi perhatian seperti itu. "Selamat pagi, Adele. Jangan lupa minum susu kedele. Kalo udah minum, jangan lupa bayar abangnya. Kalo udah bayar abangnya, jangan lupa senyumin aku. Uwuwuwu :3" Rupanya Hans ini tipe orang yang asyik mengobrol di dunia maya, tapi jadi super canggung ketika bertatap muka. Seandainya Hans selucu ini saat mereka mengobrol langsung, sudah pasti pintu hati Adele dibuka semakin lebar untuknya.

Tapi anehnya, sapaan gombal nan manis itu absen pagi ini. Padahal semalam Adele yang biasanya masih menjaga jarak dan jual mahal kepada Hans mulai luluh dan menutup pembicaraan dengan, "Finally, kita ketemu besok. It's just a sleep away. Good night, Hans."

Adele makan siang di Flinders sambil bertanya-tanya kenapa Hans belum juga menghubunginya. Adele tetap berusaha tenang. Acara dijadwalkan mulai pukul 5 dan itu baru pukul 1. Sesuai perkiraan, seharusnya Hans menjemput pukul 3.

Adele sudah menguncir rambutnya tinggi-tinggi, mengenakan t-shirt kuning stabilo, celana jins, dan sepatu converse andalannya. Ini jelas bukan kostum andalan Adele untuk berkencan, karena tidak mungkin dia mengeblow rambutnya, memakai make up tebal dan stiletto yang fierce ke pensi anak SMA. Bisa-bisa dia disangka petugas tata usaha sekolah yang nyasar ke pensi. Adele membatin, akan ada banyak kesempatan di mana dia berdandan feminim di depan Hans dan membuatnya terbius.

Saat jarum  pendek tepat ada di angka 2 dan jarum panjang ada di angka 12, Adele mulai gelisah. Adele meraih ponselnya dan membuka aplikasi Whatsapp. Dia melihat "last seen at 13:47" di bawah nama Hans, yang berarti dia sudah bangun dan membuka Whatsapp-nya. Adele tidak suka digantung begini, lalu berusaha se-cool mungkin mengirim pesan, "Hei Hans, nanti ke sini jam berapa?"

Lima menit berlalu, tidak ada balasan.

Dua belas menit berlalu, dua centang di samping pesan Adele berubah biru.

Lima belas menit berlalu, masih belum ada balasan. Gelisah Adele mulai berubah menjadi marah.

"Hans, kita jadi nonton nggak? Kalo ga jadi juga gapapa loh."

Kekesalan Adele berubah dari tersirat menjadi tersurat.

Dan tepat tiga puluh menit dari pesan yang pertama, (percayalah, 30 menit menunggu dalam gelap itu rasanya lama sekali), Hans membalas.

"Adele, sori gue nggak bisa nonton So7 sama lo. Maafin gue."

Adele tidak memercayai ini. Yang ngajak siapa, yang ngebatalin siapa. Last minute dan harus ditanya duluan pula. Tapi, kurang bijaksana kalau Adele langsung mengamuk dan mengutus preman ke kediaman Hans untuk membakar rumahnya, maka Adele bertanya, "Kenapa? Something bad happened?"

Dua centang langsung berubah biru 2 detik sesudah pesan itu terkirim. Adele mengernyitkan dahinya, menyiapkan diri untuk jawaban terburuk.

"Nggak koq. Gue cuma mendadak gak kepengen nonton aja. Sori ya."

Kini muka Adele yang berubah biru. Lah? Apa ini?

Entah kenapa, alih-alih marah, Adele membalas, "Kenapa sih? Ngomong aja." Adele lebih suka tahu kenyataan pahit daripada terjebak dalam ketidaktahuan.

Dua menit berlalu.

Dua jam berlalu.

Tidak ada balasan.

Adele menundukkan kepala dan terus me-refresh twitter dan instagramnya. Foto dan video Sheila on 7 di acara tersebut sudah mulai membanjiri timeline media sosialnya. Benar saja, Duta cs membawakan lagu kesukaan Adele, "Melompat Lebih Tinggi" dan "Selamat Datang" dari Musim Yang Baik. Adele tidak mengerti. Apakah dia magnet bagi cowok-cowok jahat? Atau memang dia tidak sebegitunya sampai tidak pantas diajak bersenang-senang bersama? Salahnya di mana?

=================================================================

Keesokan harinya, Adele berangkat ke Flinders pukul sebelas siang dengan hati yang hampa. Anehnya, dia tidak marah. Dia merasa dia tidak berhak marah pada seseorang yang masih belum berstatus apa-apa dengannya. Dia malah terus mencari-cari apa kesalahannya yang membuat Hans melakukan itu. Adele pun memikirkan strategi, bagaimana caranya supaya dia tidak lagi lagi lagi lagi jatuh pada cowok yang hanya akan memberikannya pengalaman buruk. Di tape mobilnya, masih saja Adele memutar CD yang sama, seolah Adele menunggu jawabannya di sana.

Sesampainya di parkiran Flinders, Hans-lah orang pertama yang dilihat Adele. Dia sedang merokok, kelihatannya begitu gelisah. Adele memarkir CRV hitamnya dan buru-buru turun dari mobil. Adele melempar pandangan ke Hans yang melihatnya dengan tatapan takut, lalu mengisyaratkan Hans untuk masuk. Adele mempersilakannya duduk di tempat duduk favoritnya sementara Dewi berbisik kepada Nicholas "Another dramaaaa..."

Hans menyatukan kedua telapak tangannya seolah ingin berdoa. Kepalanya menunduk. Setelah mengumpulkan keberanian selama 20 detik, Hans berkata, "Sorry, Adele".

Adele mulai muak dengan kata "sorry". Semua laki-laki boleh menyakitinya dan tinggal bilang "sorry" untuk menihilkan kebrengsekan mereka.

"Kenapa, Hans? Kalo lo berubah pikiran sama gue atau tiba-tiba males, ngomong aja. Jangan ngebatalin last minute tanpa ada berita gitu."

"Gue gak maksud begitu, Dele."

"Trus?"

"Gue... Gue terlalu suka sama lo."

Adele bungkam. Sebenarnya hatinya melompat kegirangan, tapi otaknya menyuruh hatinya diam karena otaknya belum menerima penjelasan yang logis atas perbuatan Hans kemarin.

"Gue juga terlalu suka sama Sheila on 7. Gue denger lagu mereka setiap hari. Dan sejak gue kenal lo dan gue tahu kalo lo juga suka, gue seneng banget. Gue udah bikin list lagu apa aja yang pengen gue nyanyiin ke lo. 'Buat Aku Tersenyum', 'Temani Aku', bahkan 'J.A.P'. Setiap malem sesudah say goodnight sama lo dan sebelum tidur, gue denger Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki sambil merem. Gebukan drum di intronya bikin hati gue deg-degan ngebayang-bayangin wajah lo, dan gesekan biola di akhirnya bikin gue ngebayangin hal yang seharusnya nggak gue bayangin."

Nicholas terkekeh di belakang bar dan Dewi menyikutnya. Adele pura-pura tidak memerhatikan mereka. Lihat saja bagaimana Adele akan menghabisi mereka sesudah ini.

Adele mendadak teringat adegan semacam ini di Mekdi Puri beberapa bulan lalu, di mana Adele melakukan "closure" kepada Andra. Gaduh di sekeliling mereka tidak terdengar, tenggelam oleh kata-kata hati yang lantang.

Anjir. Kayaknya ni orang mau nembak.

Adele menggigit bibir bawahnya. Jantungnya berdebar. Sepertinya terakhir Adele ditembak itu 15 tahun lalu ketika dia masih pakai kawat gigi dan rok biru tua selutut.

"Tapi sori, Adele. Gue memilih untuk mundur."

"Apa?" Adele melotot.

"Gue terlalu suka sama Sheila on 7. Gue juga terlalu suka sama lo, makanya kalo lo sampe nyakitin gue, gue pasti sakit banget-banget. Gue gak bisa kalau kelak gue denger lagu mereka gue malah sakit ati dan sedih. Gue gak pengen setiap kali denger Anugerah Terindah, gue malah menangis alih-alih tersenyum"

Adele bergidik, "Tau dari mana gue bakal nyakitin lo?" Naluri defensif Adele tidak terbendung.

"Kita ini beda, Dele. Dunia kita beda. Masa lo nggak ngerasa dari obrolan-obrolan kita tiap hari? Kita berdua cuma kesepian, butuh teman ngobrol gak jelas. Setiap kali kita mulai ngomong sesuatu yang serius, kita mulai garing karena nggak ada kesamaan. Latar belakang gue dan lo beda. Pekerjaan gue dan lo beda. Temen-temen kita beda juga."


"So? Emangnya kenapa? Emangnya kita nggak bisa seneng-seneng aja? Siapa tahu suatu hari kita bisa ketemu titik temunya."

"I don't think so, Dele. Sorry. Tolong hargai keputusan gue. Gue pernah ngerasain jatuh cinta sebuta-butanya yang bikin gue terbang setinggi-tingginya. Ketika gue jatuh, sakitnya minta ampun. Gue sangka, cinta adalah alasan utama dan itu sudah cukup. Tapi di luar itu, sebuah hubungan butuh komunikasi dan saling pengertian. Cinta butuh logika. Cinta nggak boleh buta. And that's why, gue milih untuk realistis dan mundur aja"

Adele belum minum kopi hari itu. Otak dan hatinya belum bisa mencerna kata-kata Hans barusan.

Hans berdiri dari tempat duduknya. Tanpa disadari, Adele juga berdiri. Mereka saling bertatapan selama 2 detik dan kedua tangan Hans mencengkeram kedua bahu Adele. "Sorry yah".

Hans pun pergi. Pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban Adele. Adele menoleh perlahan ke Dewi dan Nicholas yang menganga dan saling berangkulan. Dewi pun berhambur menghampirinya.

Ketika Dewi ingin memeluknya, Adele menepisnya dengan penuh kemarahan. Adele pun bergegas ke Indomaret terdekat dan membeli sebungkus Marlboro merah dengan gambar yang paling seram.

Apa yang salah dengan lagu ini
Kenapa kembali ku mengingatmu 
Seperti aku bisa merasakan 
Getaran jantung dan langkah kakimu 
Ke mana ini akan membawaku

Kau harus bisa 
Bisa berlapang dada 
Kau harus bisa 
Bisa ambil hikmahnya 
Karena semua 
Semua tak lagi sama
Walau kau tahu dia pun merasakannya

Di jalan yang setapak kecil ini 

Seperti ku mendengar kau bernyanyi 
Kau tahu 
Kau tahu 
Rasaku juga rasamu

Kau harus bisa 
Bisa berlapang dada 
Kau harus bisa 
Bisa ambil hikmahnya 
Karena semua 
Semua tak lagi sama
Walau kau tahu dia pun merasakannya

Ke mana ini akan membawaku 
Aku takkan pernah tahu


End.

0 comments: