25 Januari 2014 adalah kali pertama gue nonton stand-up
show secara live. I lost my “virginity” di #ILLUCINATI. Gue mulai ngikutin
stand-up bukan dari nonton open mic, Stand-Up Night (SUN), atau taping TV, tapi
langsung special show-nya Ernest Prakasa, salah satu founder Stand-Up Indo dan
salah satu komika terbaik di Indonesia. #ILLUCINATI sendiri itu bagus banget, dan
gue rasa inilah hal yang menyebabkan gue punya standar tinggi untuk show-show stand-up
lainnya. (read my review here: http://cindykusuma.blogspot.com/2014/01/review-illucinati-gkj25jan-by-ernest.html)
Venuenya yang melingkar bikin ngerasa lebih dekat dan
intimate sama performernya. Entah perasaan gue doang atau bukan, tapi para
performer banyak ngadep ke arah gue. Gak tau deh orang seberang gue ngerasa hal
yang sama atau nggak. Kalo iya, berarti blockingnya para performernya bagus.
Soal light dan audio ga perlu dibahas detil lah ya, pasti bagus punya.
Lalu sejak bulan Agustus 2014, gue jadi ngikutin banget
dunia persilatan stand-up di Indonesia. Dalam sebulan gue bisa 2-3 kali nonton
show, baik itu SUN, show rame-rame, taping TV, atau special show.
Melalui pengalaman itu, gue jadi tahu kalau nonton stand-up show secara live itu gak bisa buat relaksasi seperti kita nonton bioskop, live music, atau ngerendem kaki sambil digigit-gigitin ikan (iuhhhh jijik gue), karena most of the time, abis nonton show itu gue kelelahan ketawa dan mikir. Ditambah laper, jadinya sakit kepala dan lemes.
Melalui pengalaman itu, gue jadi tahu kalau nonton stand-up show secara live itu gak bisa buat relaksasi seperti kita nonton bioskop, live music, atau ngerendem kaki sambil digigit-gigitin ikan (iuhhhh jijik gue), karena most of the time, abis nonton show itu gue kelelahan ketawa dan mikir. Ditambah laper, jadinya sakit kepala dan lemes.
Tapi Sabtu 6 Juni 2015 kemarin, gue pulang dari
#HAPPINEST_JKT di Balai Sarbini dengan hati dan otak yang ringan. Bukannya
materinya gak bagus, melainkan ringan, santai, dan sederhana banget. Jauh
dibandingkan waktu nonton #ILLUCINATI di mana pas sepanjang show kita deg-degan
Ernest ditembak kepalanya pake sniper. More on this later.
Pertama-tama, bahas venuenya dulu. Ini pertama kalinya
Balai Sarbini dengan panggung melingkarnya dipakai untuk stand-up show. Gue
suka venuenya. Lokasinya strategis, bergengsi, dan mewah. Gue beli tiket gold
yang harganya 250ribu dan awal-awalnya ngerasa agak sebel karena panggungnya
gak se-eye level sama gue. Jadi gue harus ngedongak ngeliat Ernestnya, belom
lagi silau kena sorot lampu. Gue sempet naik ke silver untuk foto-foto sama
temen-temen gue dan sepertinya lebih nyaman di sana. Tapi pas shownya udah
mulai, gue udah lupa koq sama ketidaknyamanan itu.
Kalau di SUN atau show yang diadakan komunitas, keliatan penontonnya
itu-itu aja: comic-comic dan pecinta stand-up seperti gue. Tapi di #HAPPINEST_JKT,
beda banget crowdnya. I wonder why?
Soleh Solihun dari Majelis Tidak Alim adalah ice-breaker
yang paling sempurna untuk acara ini. Sesuai kearifan Indonesia, kami memulai
acara dengan doa bersama. Bagian ini lucu banget. Suasana jadi hangat karena
interaktif dengan para penonton yang sedang menunggu. Kami diminta untuk
menjawab “amin” atas doa-doanya. Setelah doa bersama selesai, acara dimulai
dengan dipandu oleh Ge Pamungkas dan Arie Kriting yang hanya terdengar suaranya
tapi gak keliatan wajahnya.
Berikutnya, bahas performernya. Gue seneng Ernest
mengekspos 3 comic perempuan (yang 2 di antaranya tidak dikenal sebagai comic),
dan ketiganya bagus semua. Yay, girl power! Gue sering denger soal Sakdiyah dan
dia memang bagus. She’s the comic’s comic. Dia idola para komika senior dan
memang pantas demikian. Materinya ga jauh-jauh soal Islam, meski ada dikit
nyerempet-nyerempet ke kelamin juga. Walau begitu, dia nggak nyebut titit atau
tete, cuma sekali doang ngomong penis. Sayaaang banget kayaknya di ending rada-rada
dingin dikit waktu callback soal pemutih di Eropa.
Lalu, Chevrina Anayang. Wow. Gue zero expectation sama
dia, dan ternyata dia bener bener bener bagus. Debut dia sebagai comic (biarin
gue sebut comic biar lain kali dia stand-up lagi) langsung di panggung
sebergengsi itu. Sungguh gak mudah. Debut-nya ini langsung ngebentuk persona
dia sebagai comic. Image apa yang dia mau tampilkan saat stand-up, dan ini akan
jadi “pakem” dia di kemudian hari. Persona Sakdiyah adalah perempuan muslim
yang juga manusia biasa (yay, free sex!), persona Sacha adalah bule Kanada yang
cinta Indonesia, dan persona Chevrina adalah penyanyi kurang terkenal yang
mungkin sekarang lebih dikenal sebagai comic yang memperkenalkan konsep “es teh
dan embun-embun di gelasnya”. Bit itu emas berlian banget :’). Chevrin, plis
sering-sering stand-up.
Sacha Stevenson. Eksekusi komedi di Youtube dan di
panggung stand-up (apalagi langsung jebret seribu orang) pastilah berbeda.
Keresahan yang dia bawain kemarin 11-12 sama apa yang sudah pernah dia
tampilkan di Youtube, jadinya gak surprise-surprise amat. Tapi dia tetep lucu.
Ada satu video dia yang ngebahas soal “Insya Allah”, dan kemarin diungkapkan
dengan cara lain. Lucu banget. Cara dia closing mirip sama cara gue kalo
mengakhiri tulisan. Dia angkat tangan, senyum, dan bilang, “Here’s to the best
14 years of my life”.
Next, Ardit Erwandha. Sama seperti Chevrina, gue belom
pernah liat dia stand-up dan gak tau gimana performa dia. Sekitar seminggu
sebelum show ini, gue berkenalan secara personal sama dia dan orangnya ramah,
gak pecicilan, gak berasa kegantengan. Sama seperti banyak orang lain, gue juga
bertanya-tanya apakah si Ardit ini modal tampang doang atau emang bagus. There’s
only one way to find out, right? Dan setelah gue liat, gue berkesimpulan kalau
dia gak cuma modal tampang doang. Act out-nya dia di akhir total banget dan bagus
banget. Kalau dibina dengan baik, ini aset berharga. Pesen gue sih, kalau Ardit
baca, jangan sampai lo mabuk dan lupa daratan sama kesuksesan ini. Lo masih
muda, ganteng, dan lagi jadi perhatian banyak orang. Stay humble yah. Insya
Allah karir lo gemilang. Jangan kasih orang kesempatan buat ngomong, “Halah si
Ardit modal tampang aja ganteng tapi attitude jelek dan materi sampah”.
Foto bareng dulu sebelum Ardit jadi idola Indonesia, sibuk main film main sinetron main iklan blablabla. :') |
Terakhir, Ernest Prakasa. Awal-awal aja udah ngebahas
soal vagina sama tete. Mending punya orang lain, ini punya istrinya sendiri -_-||.
Makin ke belakang dia ceritain soal keluarganya: papa mamanya, istri dan
anak-anaknya, dan juga pengalaman dia jalan-jalan ke Jepang dan mandi onsen. Tentu
gak ketinggalan cerita soal Beijing, dan I swear to God, sebelum Ernest masuk
ke bit itu, matanya ngeliat ke arah gue dan gue (tanpa sengaja) ngeliatin dia
dengan muka jutek. Hahaha...
Begitu terus selama 1 jam 15 menit. Gak ada bagian yang
bikin gue ngerasa “anjirrrr jeniusss banget, berani banget, mind-blowing
banget...”. Orang lain bilang rahang pegel, perut sakit karena ketawa, tapi gue
enggak. Tapi gue bukannya gak menikmati, justru asik dan santai dengernya. Ngeliat
keluarga kecil Ernest dan keluarga satu manajemennya di akhir bikin hati terasa
hangat. Kalo abis nonton #ILLUCINATI feeling gue bisa diibaratkan kayak abis
nonton film The Interview, maka feeling gue abis nonton #HAPPINEST_JKT itu
kayak abis nonton film chick-flick. Gak berat, gak banyak mikir, gak bikin
resah. Dan Ernest-nya pun mengungkapkan hal yang sama. Dia bilang dia enjoy
banget karena kali ini bener-bener ngungkapin apa yang mau dia omongin tanpa
harus ribet-ribet mikirin “pesan”.
Jujur aja, gue lebih menikmati materi-materi dari
openernya. Ketika ada temen yang nggak nonton tanya ke gue, “Gimana shownya
kemarin?” Gue menjawab, “Venuenya bagus. Soleh Solihun lucu. Sakdiyah dan Sacha
keren banget. Chevrina dan Ardit, tanpa disangka, sangat mengagumkan. Dan Ernest-nya,
ya seperti biasa.” Gue berasa kayak abis nonton show keroyokan yang
comic-comicnya sama hebatnya, hanya kebetulan durasinya Ernest lebih panjang
aja. But overall, semua baik, semua baik.
Congratulations Ko Ernest, all the best for your next
projects!
Viva La Komtung
Cindy Kusuma
8 Juni 2015
0 comments:
Post a Comment