Ocehan-ocehan saya :)

Sunday, June 7, 2015

Happinest itu Sederhana (Review #HAPPINEST_JKT by Ernest Prakasa)

25 Januari 2014 adalah kali pertama gue nonton stand-up show secara live. I lost my “virginity” di #ILLUCINATI. Gue mulai ngikutin stand-up bukan dari nonton open mic, Stand-Up Night (SUN), atau taping TV, tapi langsung special show-nya Ernest Prakasa, salah satu founder Stand-Up Indo dan salah satu komika terbaik di Indonesia. #ILLUCINATI sendiri itu bagus banget, dan gue rasa inilah hal yang menyebabkan gue punya standar tinggi untuk show-show stand-up lainnya. (read my review here: http://cindykusuma.blogspot.com/2014/01/review-illucinati-gkj25jan-by-ernest.html)

Lalu sejak bulan Agustus 2014, gue jadi ngikutin banget dunia persilatan stand-up di Indonesia. Dalam sebulan gue bisa 2-3 kali nonton show, baik itu SUN, show rame-rame, taping TV, atau special show.


Melalui pengalaman itu, gue jadi tahu kalau nonton stand-up show secara live itu gak bisa buat relaksasi seperti kita nonton bioskop, live music, atau ngerendem kaki sambil digigit-gigitin ikan (iuhhhh jijik gue), karena most of the time, abis nonton show itu gue kelelahan ketawa dan mikir. Ditambah laper, jadinya sakit kepala dan lemes.

Tapi Sabtu 6 Juni 2015 kemarin, gue pulang dari #HAPPINEST_JKT di Balai Sarbini dengan hati dan otak yang ringan. Bukannya materinya gak bagus, melainkan ringan, santai, dan sederhana banget. Jauh dibandingkan waktu nonton #ILLUCINATI di mana pas sepanjang show kita deg-degan Ernest ditembak kepalanya pake sniper. More on this later.




Pengurus Illucinati ranting Sunter-Gading. Topinya bagus dan kepake banget. Makasih Opini.id!
Pertama-tama, bahas venuenya dulu. Ini pertama kalinya Balai Sarbini dengan panggung melingkarnya dipakai untuk stand-up show. Gue suka venuenya. Lokasinya strategis, bergengsi, dan mewah. Gue beli tiket gold yang harganya 250ribu dan awal-awalnya ngerasa agak sebel karena panggungnya gak se-eye level sama gue. Jadi gue harus ngedongak ngeliat Ernestnya, belom lagi silau kena sorot lampu. Gue sempet naik ke silver untuk foto-foto sama temen-temen gue dan sepertinya lebih nyaman di sana. Tapi pas shownya udah mulai, gue udah lupa koq sama ketidaknyamanan itu.

Venuenya yang melingkar bikin ngerasa lebih dekat dan intimate sama performernya. Entah perasaan gue doang atau bukan, tapi para performer banyak ngadep ke arah gue. Gak tau deh orang seberang gue ngerasa hal yang sama atau nggak. Kalo iya, berarti blockingnya para performernya bagus. Soal light dan audio ga perlu dibahas detil lah ya, pasti bagus punya.

Kalau di SUN atau show yang diadakan komunitas, keliatan penontonnya itu-itu aja: comic-comic dan pecinta stand-up seperti gue. Tapi di #HAPPINEST_JKT, beda banget crowdnya. I wonder why?

Soleh Solihun dari Majelis Tidak Alim adalah ice-breaker yang paling sempurna untuk acara ini. Sesuai kearifan Indonesia, kami memulai acara dengan doa bersama. Bagian ini lucu banget. Suasana jadi hangat karena interaktif dengan para penonton yang sedang menunggu. Kami diminta untuk menjawab “amin” atas doa-doanya. Setelah doa bersama selesai, acara dimulai dengan dipandu oleh Ge Pamungkas dan Arie Kriting yang hanya terdengar suaranya tapi gak keliatan wajahnya.

Berikutnya, bahas performernya. Gue seneng Ernest mengekspos 3 comic perempuan (yang 2 di antaranya tidak dikenal sebagai comic), dan ketiganya bagus semua. Yay, girl power! Gue sering denger soal Sakdiyah dan dia memang bagus. She’s the comic’s comic. Dia idola para komika senior dan memang pantas demikian. Materinya ga jauh-jauh soal Islam, meski ada dikit nyerempet-nyerempet ke kelamin juga. Walau begitu, dia nggak nyebut titit atau tete, cuma sekali doang ngomong penis. Sayaaang banget kayaknya di ending rada-rada dingin dikit waktu callback soal pemutih di Eropa.

Lalu, Chevrina Anayang. Wow. Gue zero expectation sama dia, dan ternyata dia bener bener bener bagus. Debut dia sebagai comic (biarin gue sebut comic biar lain kali dia stand-up lagi) langsung di panggung sebergengsi itu. Sungguh gak mudah. Debut-nya ini langsung ngebentuk persona dia sebagai comic. Image apa yang dia mau tampilkan saat stand-up, dan ini akan jadi “pakem” dia di kemudian hari. Persona Sakdiyah adalah perempuan muslim yang juga manusia biasa (yay, free sex!), persona Sacha adalah bule Kanada yang cinta Indonesia, dan persona Chevrina adalah penyanyi kurang terkenal yang mungkin sekarang lebih dikenal sebagai comic yang memperkenalkan konsep “es teh dan embun-embun di gelasnya”. Bit itu emas berlian banget :’). Chevrin, plis sering-sering stand-up.

Sacha Stevenson. Eksekusi komedi di Youtube dan di panggung stand-up (apalagi langsung jebret seribu orang) pastilah berbeda. Keresahan yang dia bawain kemarin 11-12 sama apa yang sudah pernah dia tampilkan di Youtube, jadinya gak surprise-surprise amat. Tapi dia tetep lucu. Ada satu video dia yang ngebahas soal “Insya Allah”, dan kemarin diungkapkan dengan cara lain. Lucu banget. Cara dia closing mirip sama cara gue kalo mengakhiri tulisan. Dia angkat tangan, senyum, dan bilang, “Here’s to the best 14 years of my life”.

Next, Ardit Erwandha. Sama seperti Chevrina, gue belom pernah liat dia stand-up dan gak tau gimana performa dia. Sekitar seminggu sebelum show ini, gue berkenalan secara personal sama dia dan orangnya ramah, gak pecicilan, gak berasa kegantengan. Sama seperti banyak orang lain, gue juga bertanya-tanya apakah si Ardit ini modal tampang doang atau emang bagus. There’s only one way to find out, right? Dan setelah gue liat, gue berkesimpulan kalau dia gak cuma modal tampang doang. Act out-nya dia di akhir total banget dan bagus banget. Kalau dibina dengan baik, ini aset berharga. Pesen gue sih, kalau Ardit baca, jangan sampai lo mabuk dan lupa daratan sama kesuksesan ini. Lo masih muda, ganteng, dan lagi jadi perhatian banyak orang. Stay humble yah. Insya Allah karir lo gemilang. Jangan kasih orang kesempatan buat ngomong, “Halah si Ardit modal tampang aja ganteng tapi attitude jelek dan materi sampah”.

Foto bareng dulu sebelum Ardit jadi idola Indonesia, sibuk main film main sinetron main iklan blablabla. :')

Terakhir, Ernest Prakasa. Awal-awal aja udah ngebahas soal vagina sama tete. Mending punya orang lain, ini punya istrinya sendiri -_-||. Makin ke belakang dia ceritain soal keluarganya: papa mamanya, istri dan anak-anaknya, dan juga pengalaman dia jalan-jalan ke Jepang dan mandi onsen. Tentu gak ketinggalan cerita soal Beijing, dan I swear to God, sebelum Ernest masuk ke bit itu, matanya ngeliat ke arah gue dan gue (tanpa sengaja) ngeliatin dia dengan muka jutek. Hahaha...

Begitu terus selama 1 jam 15 menit. Gak ada bagian yang bikin gue ngerasa “anjirrrr jeniusss banget, berani banget, mind-blowing banget...”. Orang lain bilang rahang pegel, perut sakit karena ketawa, tapi gue enggak. Tapi gue bukannya gak menikmati, justru asik dan santai dengernya. Ngeliat keluarga kecil Ernest dan keluarga satu manajemennya di akhir bikin hati terasa hangat. Kalo abis nonton #ILLUCINATI feeling gue bisa diibaratkan kayak abis nonton film The Interview, maka feeling gue abis nonton #HAPPINEST_JKT itu kayak abis nonton film chick-flick. Gak berat, gak banyak mikir, gak bikin resah. Dan Ernest-nya pun mengungkapkan hal yang sama. Dia bilang dia enjoy banget karena kali ini bener-bener ngungkapin apa yang mau dia omongin tanpa harus ribet-ribet mikirin “pesan”.

Jujur aja, gue lebih menikmati materi-materi dari openernya. Ketika ada temen yang nggak nonton tanya ke gue, “Gimana shownya kemarin?” Gue menjawab, “Venuenya bagus. Soleh Solihun lucu. Sakdiyah dan Sacha keren banget. Chevrina dan Ardit, tanpa disangka, sangat mengagumkan. Dan Ernest-nya, ya seperti biasa.” Gue berasa kayak abis nonton show keroyokan yang comic-comicnya sama hebatnya, hanya kebetulan durasinya Ernest lebih panjang aja. But overall, semua baik, semua baik.

Congratulations Ko Ernest, all the best for your next projects!

Viva La Komtung



Cindy Kusuma
8 Juni 2015

0 comments: