Untuk bisa mencintai orang lain, kita harus bisa mencintai diri sendiri terlebih dulu. Gw adalah seseorang yang cukup percaya diri. Gw cukup tau beberapa hal yang gw unggul dibanding orang lain. Gw juga tau hal2 yang gw lemah, dan hal2 yang orang lain lebih unggul dari gw. Ini semua bukannya narsis, tapi namanya menghargai diri sendiri dan mensyukurinya.
Ada salah 1 sifat yang menurut gw baik, tapi kadang malah jadi bumerang atau batu sandungan yang mencelakakan diri sendiri, terutama ketika berinteraksi dengan orang lain (Sambil colek my best friend Melisa yang sifatnya satu ini SAMA PLEK sama gw, or not, lebih parah dia!). Sifat itu adalah: sensitif soal plan dan waktu.
Sifat yang satu ini gw wariskan dari keluarga, terutama dari nyokap gw. Gw udah kebiasaan planning segala sesuatu sejauh-jauh hari mungkin. Contohnya, Sabtu depan gw mo A sama si X, Minggu depan gw mo B sama si YZ, dan sebagainya... Plan itu mencakup: mau ketemu di mana, jam berapa, nanti mau ngapain aja, dsb... Detail2 itu lebih spesifik lebih baik. Contohnya kalau soal waktu, kita bilang: jam 12 dijemput yah... so gw 12 kurang 15 udah siap. Kalau 12.10 belum dijemput gw udah senyum2 gelisah, kalau 12.20 belum juga gw langsung hitung2 di kepala gw tadi dia jalan jam berapa, trus kemungkinan2 kena macet, kalau 12.30 belum juga, gw akan telpon tanya: 'udah sampe mana?'. So, bagi gw, kalo misalnya janjian, "mau jemput jam berapa?", lalu orang itu bilang, "siang deh....", itu agak unacceptable buat gw. Karena bagi gw siang itu jam 12, lalu bisa aja ternyata jam segitu dia masih di rumah, alhasil gw nunggu lama... dan begitu gw dijemput, muka gw udah ga karuan karena make up berantakan karena kepanasan dan muka ditekuk2.
Ya but of course, tinggal di Jakarta, gak bisa expect untuk selalu on time. Macet itu hal yang lumrah, oleh sebab itu gw kalo janjian prefer hari Minggu karena udah ga gitu macet, atau main yang deket2 rumah aja. Trus berbagai Force Majeur macam banjir kali ini. Jujur aja, banjir ini bikin gw sebel karena banyak plan gw yang berantakan. Meski kesannya bukan plan yang urgent banget, but still, plan is a plan. Even ketemu temen untuk ngopi sebentar itu juga plan.
Ada juga sebutan, "manusia boleh merencanakan, Tuhan yang menentukan." Semua plan, mau direncanakan sebagus apapun, tetap bisa gagal. Terkadang gw bisa upset soal ini, but gw lagi belajar untuk lebih lapang dada dan pengertian, serta lebih fleksibel dalam segala hal.
Sifat ini udah jadi bumerang ketika kita mulai bete. Kita yang keukeuh sama prinsip ini ketemu dengan orang yang super santai akan bentrok. Gw pernah ditegur sama orang yang deket sama gw, katanya, "jangan terburu2." Yah... menurut gw, waktu yang kebuang gak akan kembali lagi, but menurut dia, segala sesuatu butuh proses. Bagi gw, 2-2nya gak ada yang salah, makanya gw mau coba lebih santai soal ini. Serta lebih menerima hal2 yang gak bisa kita kontrol macam banjir keparat ini.
Ingat sama Monica di Friends yang clean freak dan OCD, tapi sebenernya dia punya lemari rahasia yang isinya tumpukan2 rongsokan dan sampah? Well, gw juga begitu. Terkadang ada 1 sisi gw yang bertolak belakang sama ini. Kadang gw juga slacking, gak on time... Terutama waktu gw di Beijing, gw cukup lengah soal ini. Tapi sejak kembali ke Jakarta, sifat keukeuh gw ini kembali dominan.
Lalu, bagaimana dengan sifat "impromptu" atau "serta merta"? Misalnya tiba2, out of nowhere, gw langsung syuhhh kemana gitu? Yes, yes, yes... Gw juga suka model kayak gini, dengan catatan, gak mengganggu plan awal. Misalnya di satu hari Minggu kita gak kemana2, lalu tiba2 bokap bilang, "ke Bogor yukkk..." dan langsung aja kita syuhh...
Mostly, semuanya ini adalah tentang membuat rencana. Gw akan kembali lagi kepada yang terpenting dan inti dan tujuan dari semua itu (apa sih). Misalnya, hari Sabtu depan gw ada rencana sama pacar, "yuk kita ke mall A, nonton film B, makan di resto C." Lalu pas udah dijemput, tau2 pacar bilang, "eh di X ada mall baru, liat yuk..." Trus sampe sana ternyata pas jam main film Y, dan abis itu makan di resto Z... bagi gw, fine2 saja... Yang terpenting, tujuan awal untuk kencan sudah tercapai. Hehe...
Jujur aja gw juga ga tahan sama orang yang lebih ekstrem dari gw soal ini. Believe me, gw (dan Melisa) masih dalam tahap normal. Ada temen kita lagi yang mau atur ketemuan, HARUS pake baju warna tertentu, HARUS di resto tertentu, dan HARUS bawa barang tertentu, dll dll... Akhirnya? Acara itu cukup FAIL. Hal ini juga yang membuat gw mikir, ga boleh terlalu keukeuh. Harus belajar fleksibel.
Gue jadi teringat kata perenungan Master yang kira2 bunyinya begini, "Kita harus seperti air yang mengikuti bentuk wadah kita." Menurut gw, bener juga... kita harus fleksibel, tapi tidak melupakan siapa diri kita, yaitu AIR, bukannya merubah diri menjadi minyak atau cairan lain.
19.01.2013
Ada salah 1 sifat yang menurut gw baik, tapi kadang malah jadi bumerang atau batu sandungan yang mencelakakan diri sendiri, terutama ketika berinteraksi dengan orang lain (Sambil colek my best friend Melisa yang sifatnya satu ini SAMA PLEK sama gw, or not, lebih parah dia!). Sifat itu adalah: sensitif soal plan dan waktu.
Sifat yang satu ini gw wariskan dari keluarga, terutama dari nyokap gw. Gw udah kebiasaan planning segala sesuatu sejauh-jauh hari mungkin. Contohnya, Sabtu depan gw mo A sama si X, Minggu depan gw mo B sama si YZ, dan sebagainya... Plan itu mencakup: mau ketemu di mana, jam berapa, nanti mau ngapain aja, dsb... Detail2 itu lebih spesifik lebih baik. Contohnya kalau soal waktu, kita bilang: jam 12 dijemput yah... so gw 12 kurang 15 udah siap. Kalau 12.10 belum dijemput gw udah senyum2 gelisah, kalau 12.20 belum juga gw langsung hitung2 di kepala gw tadi dia jalan jam berapa, trus kemungkinan2 kena macet, kalau 12.30 belum juga, gw akan telpon tanya: 'udah sampe mana?'. So, bagi gw, kalo misalnya janjian, "mau jemput jam berapa?", lalu orang itu bilang, "siang deh....", itu agak unacceptable buat gw. Karena bagi gw siang itu jam 12, lalu bisa aja ternyata jam segitu dia masih di rumah, alhasil gw nunggu lama... dan begitu gw dijemput, muka gw udah ga karuan karena make up berantakan karena kepanasan dan muka ditekuk2.
Ya but of course, tinggal di Jakarta, gak bisa expect untuk selalu on time. Macet itu hal yang lumrah, oleh sebab itu gw kalo janjian prefer hari Minggu karena udah ga gitu macet, atau main yang deket2 rumah aja. Trus berbagai Force Majeur macam banjir kali ini. Jujur aja, banjir ini bikin gw sebel karena banyak plan gw yang berantakan. Meski kesannya bukan plan yang urgent banget, but still, plan is a plan. Even ketemu temen untuk ngopi sebentar itu juga plan.
Ada juga sebutan, "manusia boleh merencanakan, Tuhan yang menentukan." Semua plan, mau direncanakan sebagus apapun, tetap bisa gagal. Terkadang gw bisa upset soal ini, but gw lagi belajar untuk lebih lapang dada dan pengertian, serta lebih fleksibel dalam segala hal.
Sifat ini udah jadi bumerang ketika kita mulai bete. Kita yang keukeuh sama prinsip ini ketemu dengan orang yang super santai akan bentrok. Gw pernah ditegur sama orang yang deket sama gw, katanya, "jangan terburu2." Yah... menurut gw, waktu yang kebuang gak akan kembali lagi, but menurut dia, segala sesuatu butuh proses. Bagi gw, 2-2nya gak ada yang salah, makanya gw mau coba lebih santai soal ini. Serta lebih menerima hal2 yang gak bisa kita kontrol macam banjir keparat ini.
Ingat sama Monica di Friends yang clean freak dan OCD, tapi sebenernya dia punya lemari rahasia yang isinya tumpukan2 rongsokan dan sampah? Well, gw juga begitu. Terkadang ada 1 sisi gw yang bertolak belakang sama ini. Kadang gw juga slacking, gak on time... Terutama waktu gw di Beijing, gw cukup lengah soal ini. Tapi sejak kembali ke Jakarta, sifat keukeuh gw ini kembali dominan.
Lalu, bagaimana dengan sifat "impromptu" atau "serta merta"? Misalnya tiba2, out of nowhere, gw langsung syuhhh kemana gitu? Yes, yes, yes... Gw juga suka model kayak gini, dengan catatan, gak mengganggu plan awal. Misalnya di satu hari Minggu kita gak kemana2, lalu tiba2 bokap bilang, "ke Bogor yukkk..." dan langsung aja kita syuhh...
Mostly, semuanya ini adalah tentang membuat rencana. Gw akan kembali lagi kepada yang terpenting dan inti dan tujuan dari semua itu (apa sih). Misalnya, hari Sabtu depan gw ada rencana sama pacar, "yuk kita ke mall A, nonton film B, makan di resto C." Lalu pas udah dijemput, tau2 pacar bilang, "eh di X ada mall baru, liat yuk..." Trus sampe sana ternyata pas jam main film Y, dan abis itu makan di resto Z... bagi gw, fine2 saja... Yang terpenting, tujuan awal untuk kencan sudah tercapai. Hehe...
Jujur aja gw juga ga tahan sama orang yang lebih ekstrem dari gw soal ini. Believe me, gw (dan Melisa) masih dalam tahap normal. Ada temen kita lagi yang mau atur ketemuan, HARUS pake baju warna tertentu, HARUS di resto tertentu, dan HARUS bawa barang tertentu, dll dll... Akhirnya? Acara itu cukup FAIL. Hal ini juga yang membuat gw mikir, ga boleh terlalu keukeuh. Harus belajar fleksibel.
Gue jadi teringat kata perenungan Master yang kira2 bunyinya begini, "Kita harus seperti air yang mengikuti bentuk wadah kita." Menurut gw, bener juga... kita harus fleksibel, tapi tidak melupakan siapa diri kita, yaitu AIR, bukannya merubah diri menjadi minyak atau cairan lain.
19.01.2013