Ocehan-ocehan saya :)

Tuesday, August 4, 2015

Part 1 - 2038



“Selamat ulang tahun ke-50, Ma,” kata Justin pada Adele sambil menyerahkan sebuah kotak yang dibungkus kertas kado berwarna emas.
“Makasih, Nak. Apa ini isinya?” Tanya Adele pada Justin sambil mengguncang-guncangkan kotak itu.
“Buka aja, pasti Mama suka”.
Mendapat lampu hijau dari anak semata wayangnya, Adele menyobek kertas kado itu dan tertawa girang melihat isinya.
“Awww, iPhone 18? Koq kamu beliin Mama ini? iPhone 16s Mama kan masih bagus,” kata Adele sedikit merajuk, padahal hatinya senang minta ampun.
“Masih bagus apanya? Itu udah lama banget Mama pake, lagipula Mama ‘kan udah mau pergi jalan-jalan, nanti foto-foto yang bagus trus kirimin ke aku, ya?”
“Iya, pasti. Nanti Mama upload di Instagram juga, pake hashtag #ShotOniPhone18,” kata Adele sambil mengeluarkan ponsel barunya dari boks.
“Ih, Mama, kuno banget pake Instagram. Sekarang udah tahun 2038, masih aja pake Instagram,” kata Justin.
“Iya, iya… Mama emang gak ngerti pake sosmed kekinian. Pokoknya, makasih yaaa, anak Mama paling ganteng,” kata Adele sambil memeluk Justin.
“Anytime, Ma.”

=====

Adele melambaikan tangan pada Justin yang sekarang sudah ada di balik kaca bandara Soekarno Hatta terminal 6. Adele akan menikmati hadiah ulang tahun yang dia belikan untuk dirinya sendiri: jalan-jalan ke Australia selama 2 minggu penuh, sesuatu yang sudah ingin dia lakukan sejak bertahun-tahun lalu tapi baru terwujud sekarang. Perjalanan impiannya ini baru bisa terwujud karena bertepatan dengan Justin yang baru masuk kuliah, dan momen ulang tahun ke-50 sebagai momen yang tepat untuk melakukan the journey of a lifetime, lagi. Ini juga sebagai reward bagi dirinya sendiri yang telah berhasil merawat dan mendidik Justin sendirian selama 8 tahun terakhir ini.
Sudah 23 tahun Adele tidak ke Australia. Meski demikian, lukisan Stasiun Flinders masihlah hal pertama yang dia lihat pertama kali setiap pagi dan hal terakhir yang dia lihat setiap malam, karena dia memajang lukisan Flinders buah tangannya sendiri tepat di seberang tempat tidurnya.
Adele akan terbang ke Adelaide, menginap semalam di sana, lalu mengemudi ke Melbourne. Sesampainya di Melbourne, dia tidak punya rencana khusus. Mungkin melukis dan minum kopi seperti waktu dia muda dulu. Kali ini mungkin sesekali ke kasino, seperti tante-tante kesepian lainnya yang ingin menghabiskan waktu.

=====

Meski orang tuanya menamainya Adelaide, Adele tidak suka-suka amat pada kota ini. Dia mampir ke kota ini karena tiket pesawatnya lebih murah, sekaligus untuk mengingat kedua mendiang orangtuanya. Orang tuanya suka sekali pada kota ini. Sekarang mereka telah menjadi peri-peri yang bisa terbang ke mana pun, dan Adele yakin, mereka telah menjelma jadi cupid yang memanah insan-insan Adelaide untuk jatuh cinta pada satu sama lain seperti mereka.
 
Adelaide di bulan Juni begitu menggigit, suhunya mendekati titik beku. Adele terlalu meremehkannya, dan terlalu percaya diri bahwa raganya yang sudah berusia 50 tahun ini akan masih kuat dihantam angin beku Australia.
Adele membeli seikat bunga mawar putih dan dua buah lilin kecil di mini market sebelah hotelnya dan berjalan menuju Victoria Square. Saat itu baru pukul 5 sore tapi langit sudah berangsur gelap. Ia ingin “berziarah” ke tempat kenangan kedua orang tuanya, lalu segera kembali ke hotel dan beristirahat, mempersiapkan diri untuk perjalanan jauh besok.
Victoria Square sudah lebih ramai dari 30 tahun yang lalu. Ada orang yang menjual kopi, lukisan, pengamen, dan beberapa keluarga yang sedang main kejar-kejaran dengan anjing mereka. Adele menghampiri patung Queen Victoria yang setia berdiri di sana, menaruh bunga di kakinya, menyalakan lilin dan berdoa. “Papi, Mami, Adele lagi ada di Adelaide sekarang. Maaf dulu Papi Mami pergi saat Adele lagi terpuruk, tapi Adele sama Justin bahagia sekarang,” kata Adele dalam hati sambil mengatupkan tangannya.
Setelah puas mengenang kedua orang tuanya, Adele berjalan mengitari alun-alun itu sebelum kembali ke hotel. Dia menghirup udara Adelaide dalam-dalam sampai paru-parunya penuh. Kalau boleh, dia tidak mau menghembuskannya lagi karena udaranya begitu segar.
Langkah Adele terhenti di sisi kanan patung Queen Victoria, di tengah 4-5 orang yang mengelilingi seorang seniman jalanan yang sedang menggenjreng gitar. Adele melihat ke lantai di depan pengamen itu. Di depan boks gitarnya yang sudah terisi beberapa uang kertas dan koin, terpajang beberapa buah CD yang covernya berwarna biru muda. Adele mengambil CD itu dan mengamati covernya. Di covernya terdapat ilustrasi seorang perempuan di sebuah kafe sambil memegang gelas. Di pojok kanan cover itu terdapat tulisan seperti tulisan tangan sambung yang berbunyi “Adelatte”. 
Adele mengangkat kepalanya, melihat sosok lelaki di depannya. Lelaki itu juga memandang Adele, kemudian menghentikan genjrengannya. Dia terdiam selama dua detik, melepaskan gitar yang disampirkan di bahunya, dan berkata...

“Akhirnya kamu dateng juga, Adele”.

(bersambung ke Part 2 - Entahlah

0 comments: