Note: I wrote this back in 2011.
Pendar lampu jalanan bagaikan
payung besar dan transparan yang menyelimuti seluruh kota ini.
Aku lupa apa itu rasanya
mencintai, tapi rasa sakit itu tidak pernah hilang.
Oleh sebab itu, aku
menikmatinya, rasa sakit itu, dan aku mau lagi dan lagi.
Gelas yang pecah tidak bisa
disambung.
Semua bagaikan guyonan basi
yang diceritakan berulang-ulang dan menjadi sebuah mimpi buruk.
Tapi alam bawah sadarku
ketagihan.
Aku mau dengar terus, bagaikan
sebuah candu.
Siapa sangka jalan pulang
begitu berbatu.
Biar di belakang bukanlah
surga, dan di depan adalah taman bunga, aku ingin berjalan selambat mungkin.
Membiarkan batu-batu itu
menusukku lebih dalam dan meninggalkan luka yang permanen.
Luka itu namanya kenangan.
Semua orang bilang benci.
Tapi sesungguhnya mereka semua
hanyalah gengsi.
Aku mau biarkan luka itu menganga,
tapi tak boleh membusuk.
Biarlah darah selalu mengalir, dan rasa sakit selalu
ada untuk mengingatkanku akan keberadaannya.
0 comments:
Post a Comment