Ocehan-ocehan saya :)

Monday, June 1, 2015

[Short Story] Musim yang Baik - Part 1

Note: this is a fiction, inspired by true events.


“Wah lo suka Sheila on 7 juga?” Tanya Hans pada Adele di whatsapp, 5 menit setelah Adele menge-post “Listening to: Mari Bercinta – Sheila on 7” di Path-nya.

Tidak sampai satu menit kemudian, Adele membalas, “Emangnya ada yang nggak suka sama mereka ya?” Ditutup dengan emoticon senyum dan pipi memerah.

“Hehe… Semua suka sih, tapi kebanyakan mereka tahu lagu-lagu macam ‘Buat Aku Tersenyum’, ‘Seberapa Pantas’, gitu-gitu. Gak banyak yang tahu ‘Mari Bercinta’.”

“Iyaaa… Gue suka banget lagu itu, padahal gak begitu terkenal. Lagu-lagu lain di album 07 Des itu juga enak-enak,” tanpa sadar, Adele mengetik di layar sentuhnya sambil tersenyum. Persis sama dengan emoticon yang dia kirim barusan.

“Iya, setuju. Album barunya juga bagus lho, udah denger belom?”

“Belom nih, kemaren pengen beli, cuma gue nyicil beli yang lama-lama dulu, takutnya bentar lagi out of stock. Lagian lagu-lagu itu yang menemani gue dari masih culun di SMP. Kenangannya membekas banget. Tapi gue rencana beli sih album barunya. Artworknya bagus.”

Satu menit kemudian, Hans Hendarto meng-update Path-nya “Listening to: Satu Langkah – Sheila on 7” dengan liriknya di kolom komentarnya.

Telah kulakukan semua
Semua tuk mendekatimu
Telah kucoba segala
Cara tuk cari atensimu

Di setiap kata terucap
Kau ucapkan kepadaku
Ke mana kau ingin berjalan
Slalu berjalan di sisiku

Tapi masih ada satu
Langkah yang pasti engkau tunggu
Sampai datang saat itu
Kumpulkan semua keyakinanmu

Sayang coba lihatlah aku
Seluruh jiwaku dambakan kamu
When I say I love you
Please baby say you love me too

Sayang coba dengar bibirku
Seluruh jiwaku dambakan kamu
When I say I love you
Please baby say you love me too

Tinggal satu langkah~

Dan kurang dari dua puluh empat jam kemudian, Adele menemukan satu kantong kertas coklat di samping mesin espresso di Flinders. Di atasnya ada tertempel sebuah post it kuning yang tertulis “Adele” dengan sebuah wajah senyum. Adele buru-buru membuka kantong kertas itu dan menemukan sesuatu berwarna Biru Tiffany dengan artwork bunga lili berwarna putih. Di atas bunga itu ada empat kupu-kupu berwarna oranye dan tulisan “Sheila on 7 – Musim yang Baik”.

Mendadak kupu-kupu itu berpindah ke perut Adele. Sambil menahan nafas, dia membuka kemasan CD itu dan menemukan post-it lainnya yang bertuliskan “Siap-siap untuk tanggal 2 Juni. Save the date. – H”



 




Buru-buru Adele meraih ponsel di dalam tas jinjingnya. Sebelum Adele sempat mengetik apa pun, pesan Hans sudah bertengger di layarnya sejak 10 menit yang lalu. “Bisa kan?”

Tanpa banyak pidato ucapan terima kasih, Adele membalas, “Bisa banget.”


Adele tidak bisa memungkiri, ada sesuatu dari Hans yang membuatnya mau meladeninya mengobrol berjam-jam di whatsapp. Entah apakah itu sesuatu dari Hans, atau Adele hanya kesepian dan butuh teman mengobrol saja. Awalnya semua begitu anyep, tapi terima kasih pada Path dan Sheila on 7 yang sudah punya ratusan lagu dan berkarya selama 19 tahun, mereka jadi banyak bahan obrolan.

Sejak pertama kali kenal dengan Adele, Hans jelas punya agenda. Adele tahu betul. Adele bisa merasakan semua effort Hans untuk mendapatkan hatinya. Namun, she just doesn’t get it. Adele membuka hati, merespon ajakan-ajakan Hans. Jujur dia senang dan terharu diberikan perhatian yang begitu manis dari Hans, tapi sayangnya, ada satu zat kimia yang hilang. Gak ada chemistrynya.

Adele bukannya PHP, dia sungguh mau belajar punya perasaan pada Hans, maka dari itu, dia mengiyakan ketika Hans mengajaknya menonton show Sheila on 7 pada tanggal 2 Juni. Selain untuk belajar menyukai Hans, Adele pun semangat untuk bisa menonton show dari band idolanya sejak masih remaja. Setiap hari Adele memutar CD pemberian Hans. Di Flinders, di mobilnya, dan setiap malam sebelum dia tidur. Adele ingin menghafalkan semua lagu di album itu sebelum tanggal 2 Juni datang.

Adele sudah membayangkan, di tengah kerumunan massa, dia dan Hans bersama menyanyikan “sampai jumpa kawanku... smoga kita selalu... menjadi sebuah kisah klasik... untuk masa depan...”. Kemudian mata mereka beradu, kemudian mereka terkekeh, dan kemudian mereka jatuh cinta dan bahagia selamanya.

Bersambung… (kalau masih ada moodnya)

Monday, May 18, 2015

Masokis

Di tengah banjirnya kerjaan (thank God) dan deadline yang mencekik (yikes!), gue rasakan dorongan besar untuk menulis, dan gue tahu gue harus tunda semua yang ada dan nulis ini.

Gue ngefans sama Sheila on 7 sejak album kedua mereka yang keluar waktu gue SMP. Artis mana pun yang gue suka, pasti gue pengen nonton live performancenya. Tapi gue gak pernah khusus nyari, gak pernah ketemu orang yang punya keinginan yang sama. Singkat cerita, hari Sabtu kemarin akhirnya gue dan seseorang barengan nonton Sheila on 7 di pensinya Labschool. Mereka perform 1 jam dan bawain 10 lagu. Dari 10 lagu itu, yang gue hafal mati cuma J.A.P (paling pecah), Melompat Lebih Tinggi, Seberapa Pantas, Lapang Dada, Hari Bersamanya. Sisanya gue boleh dibilang gak pernah denger sama sekali. Di sana ketika ada satu lagu yang gue gak tahu, gue nikmatin aja lagunya, dengerin liriknya.

Eh ada satu lagu yang gue gak tahu tapi rata-rata orang lain tahu. Barengan gue itu aja tahu lagu ini, gue bisa denger dia ikut nyanyi. Syairnya demikian:

Tuhan, aku berjalan menyusuri malam
Setelah patah hatiku

Dhuar. Gue langsung keinget siapa, hayo? Bukan, bukan keinget mantan. Tapi gue keinget diri gue sendiri. Langsung visual banget deh.

Aku berdoa semoga saja ini terbaik untuknya
Dia bilang, kau harus bisa seperti aku
Yang sudah biarlah sudah

Nah detik ini barulah saya teringat dia. Tapi apa hati gue ngilu-ngilu? Enggak, orang gue lagi happy happy nonton band idola gue yeeee...

Mudah saja bagimu, mudah saja untukmu
Andai saja cintamu seperti cintaku

Makin gue teringat deh. Kali ini gak cuma satu orang, tapi dua orang sekaligus. Teringat mantan A dan mantan B. Betapa gue pernah jadi orang yang lebih mencinta daripada dicinta (pada mantan A. Ga tau kalo mantan B). Betapa mereka (kelihatannya) mudah berpisah dengan gue. Semudah beli rokok di mini market (ciye kritik sosial), semudah mereka dapat pengganti gue dan bahagia lagi (ciye curcol. lah emang curhat, orang ini blog gue ye). Apakah hati gue mulai ngilu-ngilu? Enggak, orang gue lagi happy happy nonton band idola gue yeeee...

Selang waktu berjalan kau kembali datang tanyakan keadaanku
Kubilang, kau tak berhak tanyakan hidupku
Membuatku smakin terluka

Ya mereka gak mungkin kembali dan tanya keadaan. Gue gak akan punya kesempatan bilang "kau tak berhak tanyakan hidupku", dan kalaupun punya, gue gak akan bilang begitu.

Mudah saja bagimu, mudah saja untukmu
Andai saja lukamu seperti lukaku

Satu hal yang gue hakulyakin adalah, sudah pasti luka mereka gak sepedih luka gue. Mungkin mereka gak sadar mereka telah meninggalkan kenang-kenangan yang sebegitu berkesannya.

Sehari sesudahnya, gue beli album mereka yang ada lagu ini. Gue post lagu ini di Path gue dengan caption "untung tau lagu ini baru kemaren, bukan 2 bulan yang lalu". Gue denger lagu ini berulang-ulang dan gue gak ngerasa sedih. Di satu sisi cukup seneng, mungkin ini pertanda udah lumayan move on.

Tapi di sisi lain, gue rindu pedihnya luka itu. Makanya gue pencet tombol repeat, sampai pedihnya datang lagi.

CK
18.05.2015