Ocehan-ocehan saya :)

Sunday, October 12, 2014

Review #TutWuriHangapusi by Luqman Baehaqi



Baru sekitar 9 bulan yang lalu, saya menulis review tentang show stand-up comedy dengan kalimat pembuka “gw (sebenarnya) bukan penggemar stand-up comedy”, karena memang saat itu belum. Tapi sejak saat itu, saya jadi mengikuti perkembangan kesenian komedi tunggal di Indonesia. Bahkan sekarang, kalau teman-teman dekat saya mendengar kata “stand-up comedy”, mereka pasti ingat saya, berkat saking seringnya saya post mengenai stand-up di medsos.

Kata Pandji Pragiwaksono (yah, memang susah membahas soal stand-up comedy di Indonesia tanpa menyebut nama beliau), ada 3 hal yang menunjukkan mengapa stand-up comedy di Indonesia terus berkembang, antara lain:
1.       Film Indonesia di tahun 2014 dengan penonton terbanyak sampai saat ini adalah Comic 8
2.       Seniman Indonesia pertama yang mengadakan tur dunia adalah seorang stand-up comedian
3.       Tetap ada special show dari komika-komika

Pantas saja stand-up comedy terasa melekat sekali pada saya, karena saya terlibat dalam 3 hal itu, meski seiprit saja. Saya adalah satu dari 1,6 juta penonton Comic 8, saya super beruntung bisa ikut Pandji ke Melbourne dan Adelaide dalam tur dunianya, dan saya nonton special show #TutWuriHangapusi persembahan Luqman Baehaqi kemarin, 11 Oktober 2014 di Gedung Pertunjukan Bulungan, Jakarta Selatan.

Saya tahu #TutWuriHangapusi dari RT-an Pandji di twitter, dan begitu tahu show ini tentang pendidikan, saya langsung mau nonton. Kenapa? Karena saya seorang guru dan saya juga ngerasa banyak yang gak beres. Hmmm, sebenarnya berat sekali menyebut diri sendiri guru karena saya merasa belum pantas menyandang sebutan yang terkesan begitu mulia itu. Saya hanya pernah mengajar preschool selama 3 bulan dan sudah setahun belakangan ini jadi guru les Mandarin buat anak-anak, terutama yang sekolah di sekolah “internasional”. Saya gak tahu apa saya layak disebut guru. Saya tidak bekerja di sekolah atau lembaga pendidikan apa pun, saya hanya bantuin anak-anak yang nggak bisa ngikutin pelajaran Mandarin di sekolah untuk tidak dapat nilai jelek dalam ujian mereka. Namun, untuk tulisan ini, kita sepakati saja kalau saya ini guru.

Dua minggu sebelum #TutWuriHangapusi, saya datang ke shownya Pandji di Hard Rock Café, di mana Luqman menjadi openernya. Yang asyik dari nonton stand-up adalah, kita jadi melihat “keanehan” yang sudah terlalu umum sehingga yang aneh terkesan biasa. Contohnya, soal cerita rakyat Sangkuriang dan Malin Kundang. Bit-bit Luqman banyak yang “menampar” seperti itu. Setelah acara di Hard Rock Café, saya somehow kecemplung nimbrung di percakapan antara Luqman dan Pandji mengenai persiapan show ini sampai hampir tengah malam. Saya semakin gak sabar menunggu 11 Oktober 2014.

Beberapa hari menjelang 11 Oktober, banyak sekali komika (dan Luqman sendiri) yang ngetwit mengenai “kenapa #TutWuriHangapusi layak ditonton”, atau sekedar ngetwit “gue akan nonton #TutWuriHangapusi tanggal 11 Oktober nanti”. Dengan cuitan sebanyak ini di twitter, saya gak habis pikir kenapa tiketnya gak sold out.

Meski di awal ada sedikit kesalahpahaman dengan panitia mengenai tiket dan hampir terjadi baku hantam (hehe bercanda, santai aja koq), acaranya sangat menyenangkan. Gedungnya mumpuni untuk pertunjukan stand-up. 2 openernya cadas banget. @Pul_lung menceritakan pengalaman beliau sebagai dosen dan siasatnya ketika memergoki mahasiswi menyembunyikan ponsel di dalam roknya untuk nyontek ketika ujian, @irvan_karta, sang ilmuwan, menceritakan bagaimana “bahagia itu Sederhana” (notice the capital “S”). Mungkin inilah genre stand-up comedy yang cocok sama saya, yang membahas keluarga, anak-anak, pendidikan, dan sebagainya. Kalau nonton komika yang ngebahas alay, jomblo, cewek, pacaran, dan berbagai “keresahan” remaja lainnya, ya mungkin saya ketawa juga, tapi menyisakan sedikit rasa gedeg di hati, dan abis itu gak meninggalkan kesan berarti apa pun. Hiburan sesaat aja. (BTW, Irvan ngomongin JKT48 juga koq, tapi dari sisi kebapakan). 

Sekecewa apa pun kita sama Indonesia, tetap dia ibu kita, dan kita harus menghormatinya

Berikutnya, yang ditunggu-tunggu, Mr. Luqman Baehaqi. Separuh bagian awal sampai pertengahan (waktu Luqman sulap) itu terasa belum panas. Tapi sesudah pertunjukan sulap nyeleneh itu, baru deh asyik. Bagian favorit saya adalah soal peribahasa Indonesia. Sama seperti soal cerita rakyat tadi, peribahasa Indonesia itu aneh dan tanpa sadar membentuk perilaku nyebelin orang Indonesia. Misalnya, kita sudah hafal “ada udang di balik batu” di luar kepala, sehingga kita selalu nyari-nyari “udang”-nya ketika ada yang bersikap baik sama kita. Bit ini memang gak selucu itu sampai bikin perut keram atau jatuh dari kursi, tapi berkesannya tuh di sini… *tunjuk hati dan otak*.

Yang berkesan lagi adalah bit-bit mengenai guru yang relate ke diri saya pribadi. Yang bikin ngerasa “awww so sweet” adalah ketika Luqman cerita ada 3 anak yang ditanya cita-citanya. Anak pertama bilang mau jadi polisi karena “mau ngelindungin Bu Guru kalau ada yang ngejahatin” (aawwww), anak kedua gak mau kalah, mau jadi dokter karena “mau nolongin Bu Guru kalau si Polisi gak bisa ngelindungin” (aaaaaaaaawwwww), dan yang ketiga lebih gak mau kalah lagi, bilang mau jadi tukang gali kubur kalau “polisi dan dokter gagal” (hmph). Plus yang berasa ketampar banget adalah kalimat “kalau anak nilainya jelek, harusnya guru minta maaf ke muridnya”, karena saya baru saja minta maaf ke murid saya yang nilainya jelek kurang dari 12 jam sebelum Luqman mengatakan itu.

Yang bikin saya ngangguk-ngangguk lagi adalah soal guru les. Meski saya guru les, tapi saya suka sedih liat anak-anak saya yang udah capek seharian di sekolah dan sorenya masih harus ketemu saya lagi. Orang tua mereka bayar saya cukup tinggi, jadi seberapa pun saya ingin mereka main, saya harus tetap membuat mereka belajar, karena itu tanggung jawab saya. Maka itu, saya harus pinter-pinter dan kreatif mengambil hati anak supaya mereka masih semangat ketemu saya. Caranya? Luqman ngasih tahu di akhir acara, kalau guru harus senantiasa membuat anak penasaran. Hehehe… 

Terakhir, saat acara sudah selesai, seperti biasa ada sesi foto-foto dan salam-salaman. Waktu Luqman turun dari panggung, dia langsung disambut dengan bear-hug dari Pandji yang duduk di baris pertama. Pandji terlihat terharu dan bangga, Luqman terlihat sangat lega, dan para penonton terlihat sangat bahagia. Sesi kongkow di depan panggung terasa intimate dan hangat. Banyak wajah-wajah (dan suara -_-“) komika-komika yang biasanya hanya saya kenal dari timeline dan TV, hadir berbaur di sana, like a big family. (Itulah kenapa, rugi banget deh kalau penikmat stand-up kemarin gak hadir).

Reuni para komika

Terima kasih Luqman Baehaqi! Semoga seruan dan keresahanmu bergema dan membawa perubahan pendidikan ke arah yang lebih baik. Kalau ada show lagi, saya mau nonton karena pasti masih ada keresahan yang belum sempat disampaikan. Ditunggu ya!

#FotoBarengKomikIdola Luqman Baehaqi :)

Cindy Kusuma
12 Oktober 2014

0 comments: