Baru sekitar 9
bulan yang lalu, saya menulis review tentang show stand-up comedy dengan
kalimat pembuka “gw (sebenarnya) bukan penggemar stand-up comedy”, karena memang
saat itu belum. Tapi sejak saat itu, saya jadi mengikuti perkembangan kesenian
komedi tunggal di Indonesia. Bahkan sekarang, kalau teman-teman dekat saya
mendengar kata “stand-up comedy”, mereka pasti ingat saya, berkat saking
seringnya saya post mengenai stand-up di medsos.
Kata Pandji
Pragiwaksono (yah, memang susah membahas soal stand-up comedy di Indonesia
tanpa menyebut nama beliau), ada 3 hal yang menunjukkan mengapa stand-up comedy
di Indonesia terus berkembang, antara lain:
1.
Film
Indonesia di tahun 2014 dengan penonton terbanyak sampai saat ini adalah Comic
8
2.
Seniman
Indonesia pertama yang mengadakan tur dunia adalah seorang stand-up comedian
3.
Tetap
ada special show dari komika-komika
Pantas saja stand-up
comedy terasa melekat sekali pada saya, karena saya terlibat dalam 3 hal itu,
meski seiprit saja. Saya adalah satu dari 1,6 juta penonton Comic 8, saya super
beruntung bisa ikut Pandji ke Melbourne dan Adelaide dalam tur dunianya, dan
saya nonton special show #TutWuriHangapusi persembahan Luqman Baehaqi kemarin,
11 Oktober 2014 di Gedung Pertunjukan Bulungan, Jakarta Selatan.
Saya tahu #TutWuriHangapusi
dari RT-an Pandji di twitter, dan begitu tahu show ini tentang pendidikan, saya
langsung mau nonton. Kenapa? Karena saya seorang guru dan saya juga ngerasa
banyak yang gak beres. Hmmm, sebenarnya berat sekali menyebut diri sendiri guru
karena saya merasa belum pantas menyandang sebutan yang terkesan begitu mulia itu. Saya hanya pernah mengajar preschool selama 3 bulan dan sudah setahun
belakangan ini jadi guru les Mandarin buat anak-anak, terutama yang sekolah di
sekolah “internasional”. Saya gak tahu apa saya layak disebut guru. Saya tidak
bekerja di sekolah atau lembaga pendidikan apa pun, saya hanya bantuin
anak-anak yang nggak bisa ngikutin pelajaran Mandarin di sekolah untuk tidak
dapat nilai jelek dalam ujian mereka. Namun, untuk tulisan ini, kita sepakati
saja kalau saya ini guru.
Dua minggu
sebelum #TutWuriHangapusi, saya datang ke shownya Pandji di Hard Rock Café, di
mana Luqman menjadi openernya. Yang asyik dari nonton stand-up adalah, kita
jadi melihat “keanehan” yang sudah terlalu umum sehingga yang aneh terkesan
biasa. Contohnya, soal cerita rakyat Sangkuriang dan Malin Kundang. Bit-bit
Luqman banyak yang “menampar” seperti itu. Setelah acara di Hard Rock Café,
saya somehow kecemplung nimbrung di percakapan antara Luqman dan Pandji mengenai
persiapan show ini sampai hampir tengah malam. Saya semakin gak sabar menunggu
11 Oktober 2014.
Beberapa hari
menjelang 11 Oktober, banyak sekali komika (dan Luqman sendiri) yang ngetwit
mengenai “kenapa #TutWuriHangapusi layak ditonton”, atau sekedar ngetwit “gue
akan nonton #TutWuriHangapusi tanggal 11 Oktober nanti”. Dengan cuitan sebanyak
ini di twitter, saya gak habis pikir kenapa tiketnya gak sold out.
Meski di awal ada
sedikit kesalahpahaman dengan panitia mengenai tiket dan hampir terjadi baku
hantam (hehe bercanda, santai aja koq), acaranya sangat menyenangkan. Gedungnya
mumpuni untuk pertunjukan stand-up. 2 openernya cadas banget. @Pul_lung menceritakan
pengalaman beliau sebagai dosen dan siasatnya ketika memergoki mahasiswi
menyembunyikan ponsel di dalam roknya untuk nyontek ketika ujian, @irvan_karta,
sang ilmuwan, menceritakan bagaimana “bahagia itu Sederhana” (notice the
capital “S”). Mungkin inilah genre stand-up comedy yang cocok sama saya, yang
membahas keluarga, anak-anak, pendidikan, dan sebagainya. Kalau nonton komika
yang ngebahas alay, jomblo, cewek, pacaran, dan berbagai “keresahan” remaja
lainnya, ya mungkin saya ketawa juga, tapi menyisakan sedikit rasa gedeg di
hati, dan abis itu gak meninggalkan kesan berarti apa pun. Hiburan sesaat aja.
(BTW, Irvan ngomongin JKT48 juga koq, tapi dari sisi kebapakan).
Sekecewa apa pun kita sama Indonesia, tetap dia ibu kita, dan kita harus menghormatinya |
Berikutnya, yang
ditunggu-tunggu, Mr. Luqman Baehaqi. Separuh bagian awal sampai pertengahan
(waktu Luqman sulap) itu terasa belum panas. Tapi sesudah pertunjukan sulap
nyeleneh itu, baru deh asyik. Bagian favorit saya adalah soal peribahasa
Indonesia. Sama seperti soal cerita rakyat tadi, peribahasa Indonesia itu aneh
dan tanpa sadar membentuk perilaku nyebelin orang Indonesia. Misalnya, kita
sudah hafal “ada udang di balik batu” di luar kepala, sehingga kita selalu
nyari-nyari “udang”-nya ketika ada yang bersikap baik sama kita. Bit ini memang
gak selucu itu sampai bikin perut keram atau jatuh dari kursi, tapi berkesannya
tuh di sini… *tunjuk hati dan otak*.
Yang berkesan
lagi adalah bit-bit mengenai guru yang relate ke diri saya pribadi. Yang bikin ngerasa
“awww so sweet” adalah ketika Luqman cerita ada 3 anak yang ditanya
cita-citanya. Anak pertama bilang mau jadi polisi karena “mau ngelindungin Bu
Guru kalau ada yang ngejahatin” (aawwww), anak kedua gak mau kalah, mau jadi
dokter karena “mau nolongin Bu Guru kalau si Polisi gak bisa ngelindungin”
(aaaaaaaaawwwww), dan yang ketiga lebih gak mau kalah lagi, bilang mau jadi
tukang gali kubur kalau “polisi dan dokter gagal” (hmph). Plus yang berasa
ketampar banget adalah kalimat “kalau anak nilainya jelek, harusnya guru minta
maaf ke muridnya”, karena saya baru saja minta maaf ke murid saya yang nilainya
jelek kurang dari 12 jam sebelum Luqman mengatakan itu.
Yang bikin saya
ngangguk-ngangguk lagi adalah soal guru les. Meski saya guru les, tapi saya
suka sedih liat anak-anak saya yang udah capek seharian di sekolah dan sorenya
masih harus ketemu saya lagi. Orang tua mereka bayar saya cukup tinggi, jadi
seberapa pun saya ingin mereka main, saya harus tetap membuat mereka belajar,
karena itu tanggung jawab saya. Maka itu, saya harus pinter-pinter dan kreatif
mengambil hati anak supaya mereka masih semangat ketemu saya. Caranya? Luqman
ngasih tahu di akhir acara, kalau guru harus senantiasa membuat anak penasaran.
Hehehe…
Terakhir, saat
acara sudah selesai, seperti biasa ada sesi foto-foto dan salam-salaman. Waktu
Luqman turun dari panggung, dia langsung disambut dengan bear-hug dari Pandji
yang duduk di baris pertama. Pandji terlihat terharu dan bangga, Luqman
terlihat sangat lega, dan para penonton terlihat sangat bahagia. Sesi kongkow
di depan panggung terasa intimate dan hangat. Banyak wajah-wajah (dan suara -_-“)
komika-komika yang biasanya hanya saya kenal dari timeline dan TV, hadir berbaur
di sana, like a big family. (Itulah kenapa, rugi banget deh kalau penikmat stand-up
kemarin gak hadir).
Reuni para komika |
Terima kasih
Luqman Baehaqi! Semoga seruan dan keresahanmu bergema dan membawa perubahan
pendidikan ke arah yang lebih baik. Kalau ada show lagi, saya mau nonton karena
pasti masih ada keresahan yang belum sempat disampaikan. Ditunggu ya!
#FotoBarengKomikIdola Luqman Baehaqi :) |
Cindy Kusuma
12 Oktober 2014
0 comments:
Post a Comment